Tuesday, November 4, 2025

"Walimah atau Selamatan: Mana yang Sesuai dengan Ajaran Islam?"

 


Segala puji bagi Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku sebagaimana Allah telah berfirman :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya :

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”,

Q.S. Al-Hujurat ayat 13

Sholawat dan salam semua tercurahkan kepada Nabi dan Rasul yang mencintai umatnya dari semua golongan tanpa memandang status dan latar belakang, semoga tersampaikan pula kepada keluarga sahabat tabiin tabiut tabiin serta seluruh pengikutnya. Amin

Keragaman merupakan sunnatullah yang telah dikehendaki-Nya di alam semesta ini dan berjalan selama ribuan tahun hampir setara dengan umur manusia. Allah Al-Badi` yang artinya "Yang Menciptakan Tanpa Contoh Sebelumnya." telah menghendakinya, dan memang semua terbukti demikian adanya. Setiap usaha yang secara sengaja menyatukannya dalam satu warna adalah sebuah ketidakbenaran yang justru bertentangan dengan kehendak-Nya. Namun kita tahu tidak demikian adanya dan pastinya mustahil. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur`an surat an-Nahl ayat 93 :

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً   

Artinya :

Jikalau Allah menghendaki, maka Dia akan menjadikan kalian satu umat.

Indonesia merupakan salah satu bangsa besar yang Allah Swt anugrahi keanekaragaman tersebut. Terdapat sekitar 17.380 pulau (data 2024 dari Badan Informasi Geospasial/BIG). Pulau-pulau ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan terus bertambah karena penemuan dan dinamika alam. Indonesia juga mempunya jumlah suku bangsa yang sangat besar yakni sekitar 1.340 suku bangsa, dengan keragaman budaya yang sangat kaya di seluruh nusantara.  Ditambah lagi ada lebih dari 700 bahasa daerah yang masih digunakan di Indonesia, menjadikannya salah satu negara dengan keragaman bahasa terbanyak di dunia.  Kemudian Indonesia memiliki ragam budaya tradisional yang meliputi seni, tarian, musik, upacara adat, dan hasil kerajinan dari tiap-tiap suku dan daerah, yang merefleksikan kekayaan sejarah dan keragaman etnis.

Salah satu budaya yang ada dan masif di seluruh penjuru Nusantara adalah selametan. Apakah sebenarnya selamatan itu ?, apakah hanya sekedar budaya lokal yang secara turun -temurun menjadi sebuah identitas kearifan bangsa, atau justru selamatan merupakan manifestasi nilai-nilai keislaman yang telah menyatu menjadi warna indah di langit nusantara.

Di sinilah tepatnya, di mana kedewasaan berbangsa dan beragama kita diuji, jangan sampai fanatik sepihak membuat keharmonisan bangsa tercabik-cabik hanya karena ulah segelintir orang yang kurang dapat menerima sebuah arti perbedaan.

A.    Mengenal makna walimah dan selamatan

Kata walimah “اَلْوَلِيْمَةُ” berasal dari kata “اَلْوَلِمُ” yang berarti sebutan untuk setiap perkumpulan dengan adanya makanan yang dibuat untuk hal yang biasanya bersifat menyenangkan atau membahagiakan, baik karena sebuah pernikahan, sunatan, tasyakuran, atau keberhasilan mendapatkan apa yang diingikan dan lain sebagainya. Al Imam Syafii sendiri memberikan sebuah komentara bahwa Walimah bisa dibuat untuk pernikahan, sunatan dan lain sebagainya. Hanya saja walimah untuk pernikahan menjadi yang paling masyhur dilakukan seseorang dengan tanpa mengabaikan walimah yang lain. Walimah dibuat sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt.

Nabi Muhammad Saw bersabda :

أَحَبُّ الطِّعَامِ إِلَى اللهِ مَا كَثُرَت عَلَيهِ الأَيدِي

Artinya :

Makanan yang paling Allah sukai adalah makanan yang dimakan oleh banyak tangan (dimakan beramai-ramai)

H.R Tabrani

Adapun selametan, atau slametan, adalah tradisi syukuran khas Nusantara yang berasal dari budaya Jawa dan menyebar ke berbagai daerah seperti Madura dan Sumatra. Secara sederhana, selametan adalah acara berkumpul untuk mengungkapkan syukur kepada Allah atas nikmat (seperti kelahiran, panen, atau keselamatan dari musibah) atau mendoakan kebaikan kepada seseorang  Bentuknya meliputi doa bersama, pembacaan Al-Quran atau dzikir, tahlil, sedekah makanan seperti nasi tumpeng, dan makan bersama sebagai silaturahmi. Tradisi ini lahir dari campuran adat pra-Islam (animisme dan Hindu-Buddha) dengan ajaran Islam yang dibawa Wali Songo, yang menyesuaikannya agar selaras dengan syariah.

Dalam Islam, selametan dilihat sebagai bentuk adat yang boleh (mubah) selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah. Prinsip dasarnya adalah "al-adah muhakkamah" (adat boleh asal tidak haram), seperti syukur nikmat yang diajarkan Nabi SAW (QS. Ibrahim: 7: "Jika kamu bersyukur, Aku tambah nikmatmu"). Ulama menilainya berdasarkan niat dan pelaksanaan: boleh jika fokus berdoa murni ke Allah.

Jadi jika dilihat dari keduanya terdapat kedekatan dan kesamaan dalam prakteknya dan bahkan melekat, yaitu :

·       Maksud dan tujuannya adalah bersyukur kepada Allah Swt. atas karunia yang telah diberikannya

·       Adanya permohonan dan doa yang dipanjatkan kepada Allah Swt.

·       Sama- sama menghidangkan makanan untuk disantap bersama

·       Ada orang yang diundang secara umum tanpa pilih kasih

Atas dasar banyaknnya persamaan antara keduanya maka walimah dan selamatan adalah sangat boleh dilakukan tanpa ada dalil khusus yang melarangnya.

 

B.    Macam-macam Walimah

Ada berbagai macam jenis walimah yang tercatat dalam sejarah perjalanan Islam, diantaranya :

·       Walimatul Ursyi (اَلْوَلِيْمَةُ العُرسِ) : yakni walimah yang dibuat untuk acara pernikahan

·       Walimatul Khursyi (الخُرسُ) : walimah yang dibuat setelah proses melahirkan karena diberikan keselamatan dalam prosesnya

·       Walimatul Aqiqah (العَقِيقَةُ) : walimah untuk seorang bayi anak yang diaqiqahi

·       Walimatul I`dzar (الإِعذَارُ) : walimah yang dilaksanakan karena telah dikhitannya seorang anak (bisa juga disebut walimatul khitan/sunatan)

·       Walimatun Naqi`ah (النَّقِيعَةُ) : walimah untuk seseorang yang akan beranakat bepergian (seperti akan berangkat haji dsb)

·       Walimatul Wakiroh (الوَكِيرَةُ) : walimah untuk bangunan baru (contoh menempati rumah baru dll.)

·       Walimatul Wadlimah (الوَضِيمَةُ) : walimah yang dibuat karena sebuah musibah terjadi (setelah musibah selesai sebagai bentuk syukur karena bencana telah usai)

·       Walimah Ma`dabah (المَأدُبَةُ) : walimah yang dilakukan tanpa sebab apapun

 

 

C.    Walimatul Ursyi

Diantara sekian banyak walimah yang ada Walimatul Ursyi merupakan  walimah yang paling dianjurkan. Secara khusus Rosulullah Saw memerintahkan pada Abdurrhman bin Auf untuk mengadakan walimah pada saat menikah dengan seorang wanita.

Nabi Muhammad Saw. bersabda :

أَولِم وَلَو بِشَاةٍ

Artinya :

Buatlah walimah (pesta/perayaan) walaupun hanya dengan (menyembelih) satu ekor kambing saja

H.R. Bukhori (Shohih)

Meskipun hadis ini masyhur namun faktanya nabi juga pernah membuat acara walimah hanya dengan menghidangkan gandum, korma, mentega dan keju[1]. Artinya walimah dapat disesuaikan dengan kemampuan setiap orang. Selanjutnya atas dasar tersebut maka walimatul Ursyi menempati urutan pertama dalam pelaksanaannya.

D.    Mendatangi undangan walimah

Bersadarkan dalil yang ada hukum mendatangi walimah adalah sebuah kewajiban. Nabi Muhammad Saw. bersabda :

إذَا دُعِيَ أَحَدُكُم إلَى الوَلِيمَةِ فَليَأتِهَا

Artinya :

Ketika kalian diundang pada sebuah walimah maka datanglah
H.R Muslim

Para ulama sepakat akan maksud dari perintah tersebut adalah sebuah kewajiban. Namun, ada beberapa syarat mendatangi walimah adalah sebuah kewajiban yakni ;

·   Antara yang mengundang dan yang diundang sama-sama muslim. Jadi tidak ada kewajiban yang mengundang berlainan keyakinan

·   Undangan bersifat umum tanpa ada unsur diskriminasi terhadap seseorang, misalnya hanya kelas tertentu saja yang diundang sementara yang lain tidak diundang.

Nabi Muhammad Saw. bersabda :

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الوَلِيمَةِ تُدعَى لَهَا الأَغنِيَاءُ وَتُترَكُ الفُقَرَاءُ

Artinya :

Seburuk-buruk makanan walimah adalah saat yang kaya diundang dan yang miskin/faqir ditinggalkan

H.R Muslim (Shohih)

·       Undangan yang dikirimkan bersifat personal tidak berifat umum (biasanya ada tertulis nama yang diundang). Jika tidak maka boleh hadir boleh tidak

·       Walimah yang dihadiri adalah walimah yang dilakukan pada hari pertama, untuk hari kedua dan ketiga tidaklah wajib dan bahkan yang ketiga menjadi makruh.

Nabi Muhammad Saw. bersabda :

الوَلِيمَةُ فِي اليَومِ الأَوَّلِ حَقٌّ، وَالثَّانِي مَعرُوفٌ، وَفِي الثَّالِثِ رِيَاءٌ وَسُمعَةٌ

Artinya :

Walimah pada hari pertama adalah hak, pada hari kedua adalah ma`ruf (baik), dan pada hari ketiga adalah sebuah rasa riya’ (pamer) dan sum`ah.

H.R Abu Dawud

·      Kehadirannya dilandasi niat memperkuat persaudaraan dan kecintaan, bukan karena dasar ketakutan dan mengharapkan sebuah perhatian khusus atau bahkan ada unsur membantu perbuatan batil

·       Tidak bersamaan dengan undangan walimah lain yang lebih dahulu

·     Tidak adanya hal yang membuat yang diundang menjadi tidak nyaman, atau adanya orang akan menyakitinya seperti orang yang dapat merendahkannya

·       Tidak ada bentuk kemunkaran dan maksiat di tempat walimah tersebut

·       Kondisi perjalanan aman

·       Tidak adanya udzur penting seperti sakit dan sebagainya

 

E.    Beberapa permasalahan terkait walimah

 

Meskipun walimah telah sering dilakukan di tengah-tengah masyarakat, faktanya masih ada beberapa pertanyaan muncul di hadapan kita terkait beberapa hal yang dirasa masih membutuhkan sedikit penjelasan. Berikut ini adalah beberapa pemaparannya :

1)     Bagaimana jika mendapatkan undangan walimah sementara dalam keadaan sedang berpuasa ?

 

Berpuasa bukanlah penghalang menghadiri walimah. Jadi orang yang berpuasa diperbolehkan menghadiri walimah. Nabi Muhammad Saw. bersabda :

إذَا دُعِيَ أَحَدُكُم إلَى طَعَامٍ فَليُجِب فَإِن كَانَ مُفطِرًا فَليَطعَم وَإِن كَانَ صَائِمًا فَليُصَلِّ

Artinya :

Ketika kalian diundang menghadiri walimah maka datanglah, jika sedang tidak berpuasa maka makanlah, dan jika kalian sedang berpuasa maka lanjutkanlah untuk berpuasa.

H.R Muslim

 

Dalam sumber yang lain dikatakan jika kalian berpuasa janganlah sungkan untuk berkata “saya sedang berpuasa”, hal ini untuk menjaga agar tuan rumah tidak salah sangka. Selanjutnya bagi orang yang diundang disunnahkan mencicipinya dan mendoakan agar tuan rumah mendapatkan keberkahan. Inilah yang menjadi dalil mengapa setiap acara selamatan selalu ditutup dengan berdoa bersama untuk tuan rumah (bukan hanya sekedar makan dan bercanda semata).

 

Dalam keterangan yang lain, jika seseorang sedang berpuasa wajib sebaiknya melanjutkan puasa, dan jika puasa sunnah sebaiknya dibatalkan, namun semua itu hanya anjuran (menurut qaul yang shohih bukan kewajiban).

 

Imam an Nawawi mengatakan disunnahkan bagi tuan rumah untuk mempersilahkan dengan mengucapkan “Bismillah, silahkan “ dengan melakukannya berkali-kali agar tamu menjadi lebih nyaman.

 

2)     Apakah seorang tamu harus ijin untuk mencicipi hidangan yang telah dihidangkan oleh tuan rumah ?

 

Pada dasarnya hidangan yang telah disuguhkan tentunya telah dipersiapkan sedemikian mungkin untuk para tamu, jadi sebenarnya tamu boleh menyantap  hidangan tersebut jika telah dihidangkan di hadapannya tanpa harus meminta ijin kepada tuan rumah. Tetapi, hal ini tidak boleh dilakukan jika masih adanya tamu lain yang ditunggu. Tidak boleh juga memakan hidangan yang disediakan untuk orang lain. Adapun mencicipi makanan dari sahabat dekat baik di rumahnya atau kebunnya hukumnya juga boleh meski sahabat tidak ada di tempat dengan  syarat adanya keyakinan bahwa sahabat tersebut tidak akan marah (karena sudah terbiasa dalam adat kebiasaan)

3)     Apakah tamu boleh membawa  pulang suguhan yang dihidangkan kepadanya ?

 

Pada dasarnya seorang tamu tidak diperbolehkan membawa apapun, karena haknya hanyalah hidangan yang disediakan untuknya di tempat.  Tetapi, jika tuan rumah senantiasa ridho dan mempersilahkannya maka tamu boleh membawanya dengan kadar sewajarnya dan secukupnya tanpa berlebihan.

 

F.     Adab dalam meyelenggarakan walimah

 

1.     Bagi tuan rumah disunnahkan menyambut tamu dengan rasa bahagia dan raut senang muka serta berterimakasih atas kesediaan tamu .

Nabi Muhammad Saw. bersabda :

 مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ،

Artinya :

Barang siapa berimah kepada Allah Swt. hendaknya memuliakan tamunya.

H.R Bukhori

2.     Membaca “Basmalah” Ketika akan menyantap hidangannya dan menggunakan tangan kanan.

Sabda nabi :

 فَقالَ لي رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: يا غُلَامُ، سَمِّ اللَّهَ، وكُلْ بيَمِينِكَ، وكُلْ ممَّا يَلِيكَ

Artinya :

Rasulullah Saw berkata kepadaku “wahai Ghulam, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah yang ada di sekitarmu.

H.R Bukhori.

3.     Hendaknya mengucapkan “alhamdulillah” saat selesai sebagai bentuk rasa Syukur kepada Allah Swt.

4.     Ketika sedang makan bersama, boleh sambil berbincang namun tidak untuk hal yang bersifat buruk dan tidak pantas

5.     Hendaknya mendoakan tuan rumah dan berterima kasih atas kebaikannya karena telah mengundang.

6.     Para tamu hendaknya duduk dengan sopan tidak dan tetap menjaga adab

7.     Menyantap hidangan cukup yang ada di depannya atau didekatnya tanpa harus menyeberang ke tempat orang lain

8.     Tidak mengkomentari makanan dengan komenter tidak baik

9.     Makruh memakai tangan kiri

10.  Tidak meludah saat makan kecuali darurat

 

Demikian sekelumit mengenai walimah dan selamatan. Semoga membawa manfaat dan keberkahan.

Wallahu a`lam bisshowab

 

Referensi :

·       Ahkamul Walaim fil Islam wa Hukmu Ijabatiha. Syaikh Dr. Al Walid al Samamiah

·       Al Majmu` Syarah Al-Muhaddzab. Syaikh An-Nawawi

 

 

 

 



[1] H. R Ahmad & Muslim

No comments:

Post a Comment

"Walimah atau Selamatan: Mana yang Sesuai dengan Ajaran Islam?"

  Segala puji bagi Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku sebagaimana Allah telah berfirman : ...