BAB 2
(ﺍﻠْﻣَﺎﺀُ)
AIR
Air terbagi menjadi tiga
(3) bagian yaitu ;
1 .Suci dan mensucikan
3 .Mutanajis
A. AIR SUCI MENSUCIKAN(ﻁﻬﻭﺮ/ﻁﺎﻫﺮﻣﻁﺎﻫﺮ)
Air suci yang mensucikan yang pertama
adalah air yang turun dari
langit (hujan,embun,salju,dll) dan yang keluar dari tanah
(sumur,mata air,sungai,laut dll) yang tidak berubah salah satu sifatnya, meliputi warna, rasa, dan bau karena pengaruh
benda lain, dan bukan termasuk air
musta`mal (air yang terpakai).
B.
PERBEDAAN THOHUR DAN
THOHIR
Air Thohur (suci dan
mensucikan) sah digunakan dalam kaitan ibadah seperti wudhu, mandi jinabah, dll. dan sah
digunakan untuk keperluan (adat) seperti memasak, minum, membersihkan sesuatu dll.
Sedang air thohir (suci tidak mensucikan) hanya boleh
digunakan untuk hal yang bersifat adat saja (bukan keperluan ibadah) .
C.
HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PEMAKAIAN AIR
Dalam hal ini terdiri dari 2 unsur penggunaannya pertama, hukum syara` dan kedua adalah hukum
pemakaian. Adapun hukum syara` berkaitan langsung dengan
unsur kegunaan seperti, menghilangkan hadas kecil, hadas besar, dan
membersihkan najis, mencuci dll. Sedangkan hukum
pemakaian hubungannya dengan boleh tidaknya air untuk dipakai karena
berkaitan dengan hukum seperti wajib, haram, sunah dll. Untuk lebih jelasnya lihatlah beberapa hal
tentang hukum pemakaian air dibawah ini.
Wajib ;
·
Ibadah
yang dalam rangkaiannya harus bersuci dengan air, seperti menghilangkan hadas
kecil, hadas besar,selama tidak ada udzur maka hukumnya wajib memakai air,kecuali
ada halangan kemudian bertayamum.
Haram ;
·
Yang
termasuk hukum haramadalah berwudhu dengan memakai air kepunyaan orang lain tanpa ijin (ghosob) atau
bahkan
mencuri.
·
Memakai
air yang kusus hanya untuk minum,misal pada suatu tempat terdapat air yang hanya diperuntukkan minum karena
sulit air maka haram berwudhu dengan air tersebut.
·
Adanya
udzur penyakit atau apapun yang bisa membahayakan dan tidak memungkinkan untuk
memakai air,dalam
keadaan demikian haram memakai air,dan dalam hal ini diperbolehkan untuk
bertayamum.
·
Air
tersebut diperlukan untuk memberi minum binatang ternak.
Mubah
·
Yang
termasuk kategori mubah yaitu seperti minum,mencuci , memasak dll .
Makruh
·
Makruh
berwudhu atau mandi memakai air yang terlalu panas atau terlalu dingin,jika
memang tidak ada unsur yang membahayakan, jika ada unsur
madhorot maka haram karena membahayakan tubuh orang
yang memakainya, mengganggu kehusuan seseorang.
·
Makruh
memakai air yang dipanaskan dengan matahari,dalam hal ini dihukumi makruh jika
berkaitan dengan 2 hal; 1) Air tersebut berada dalam wadah yang terbuat dari logam selain emas
dan perak seperti ; tembaga,besi hal ini karena mudah berkarat jadi kurang
steril dl.2) Keadaan tersebut jika berada dalam suatu daerah yang beriklim
panas,jika tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak ada nilai makruh didalamnya.[1]
D.
AIR YANG TETAP SUCI
Terkadang pada suatu tempat mengalir sungai yang kurang
bersih, disamping itu banyak terjadi perubahan baik dari segi bau,rasa, ataupun warna yang sudah
berubah, tetapi
sebagai bentuk keringanan terkadang syara` masih
memperbolehkan untuk digunakan bersuci ataupun beberapa keperluan
lainnya, hal ini memang diperkenankan selama tidak mengandung unsur dhorurot
(bahaya), sebagai misal beracun atau gatal dsb, jika sudah demikian
adanya maka tidak boleh lagi untuk digunakan, dengan kata lain bahwa selama
nilai dhorurot tidak terdapat didalamnya atau dapat diminimalisir maka
boleh saja.
Hal ini berasal dari suatu kisah bahwa
pada saat kaum muslimin berhijrah ke Madinah beberapa diantara mereka banyak
terkena demam karena memakai air dari sungai yang ada, kemudian para ahli
memerintahkan untuk menutup air yang tergenang dan setelah ditutup maka
hilanglah wabah demam yang menyerang.[2]
Aisyah R.A. berkata bahwa air yang
mengalir terlihat sudah kotor sebagian agak bau dan sudah tidak layak untuk
dipakai lagi, maka dari itu kita harus tau bahwa inti dari pada hukum islam
adalah “jalbul mashoolih wadar`ul mafasid “ (mengambil kebaikan dan membuang keburukan). Maka sebaiknya semua orang
berbuat sebagaimana hukum dalam agama. Dari padanya kemudian ahli fiqih membuat
beberapa ketentuan untuk membatasi beberapa jenis air yang berubah tapi masih
boleh dipergunakan diantaranya :
1.
Air yg berubah sifatnya dalam tempatnya atau karena aliran yang dilewati (saluran)
baik berubah sebagian atau seluruhnya (melipuiti rasa, bau, dan warna).
Seperti: kolam yang bawahnya berupa lumpur, sungai yang mengalir melalui tempat
yang berbau belerang dll.
2. Air yang berubah disebabkan lamanya disuatu
tempat seperti air bak yang berubah karena saking lamanya.
3.
Air yang
berubah karena komunitas binatang atau tanaman dalam air tersebut seperti: ikan, ganggang dll, dikecualikan
ganggang yang telah dimasak atau dihancurkan lalu sengaja dimasukkan kedalamnya
yang pada
intinya ada unsur kesengajaan, jika demikian maka hukumnya tidak mensucikan lagi meskipun suci.
4.
Air yang berubah yang disebabkan karena aktifitas rutin didalamnya misalnya
air yang berdekatan dengan tukang samak kulit atau suatu usaha yang setiap
harinya dipakai untuk mencuci dan airnya mengalir bercampur kedalam kolam
tersebut,selama yang berubah hanya salah satu sifat tidak semuanya maka masih
boleh untuk digunakan.
5.
Air yang berubah karena sesuatu yang terdapat dipinggirnya seperti :
bangkai yang dibuang disungai sehingga air menjadi bau, tetapi meski bolehhal
ini adalahpekerjaan orang bodoh yang jika masih mau melakukannya.
E.
AIR YANG SUCI TIDAK
MENSUCIKAN
Air yang dianggap suci tapi tidak mensucikan ada 3
macam.[3]
Pertama :
Air suci yang bercampur dengan
benda suci lain seperti bercampur air mawar,lemak,minyak dsb.dengan volumenya yang sedikit.Ada beberapa syarat yang menyebabkan air tidak bisa dipakai bersuci lagi meskipun boleh
dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, minum dll. Adapun batasan perubahannya sebagai berikut :
1.
Sifat air berubah baik rasa,
warna, atau bau.
2.
Benda yang bercampur adalah
benda yang bisa merubah sifat air.[4]
*Kedua ;
Air sedikit yang telah dipakai bersuci (musta`mal).[5]
Ukuran air sedikit adalah air yg kurang dari 2
kolah sedang pengertian musta`mal sendiri terdapat perbedaan madzab dalam
menanggapinya.[6]
Selanjutnya ukuran 2 kolah Mesir adalah berukuran
3/7 atau 446 Rithl, atau dalam ukuran
umumnya adalah sebuah kubus yg ukuran sisi- sisinya 1dan 1/4 hasta
*ketiga:
Air suci yang tidak mensucikan adalah air yang keluar dari tumbuhan seperti
air mawar, air semangka dll.
F. AIR MUTANAJIS
Air mutanajis adalah air yang
bercampur dengan najis, air ini dibagi menjadi 2 ; Pertama, air banyak yang terkena najis. Air banyak yang terkena
najis hukumnya tetap suci selama salah satu
sifat air tidak berubah baik warna , rasa dan bau. Kedua, air suci yg sedikit dan terkena najis hukumnya mutanajis , baik yang
berubah sifatnya atau tidak.[7]
G.
SEKILAS AIR SUMUR
H.
HUKUM AIR NAJIS DAN AIR SUCI
Sebagaimana kita tahu bahwa hukum air
suci (yang tidak mensucikan) tidak bisa dipakai untuk membersihkan sesuatu yang
sifatnya ibadah seperti wudhu, mandi, janabah dll, tetapi hanya bisa dipakai
untuk hal yang bersifat adat saja, sedang air najis (mutanajis) tidak bisa
dipakai untuk ibadah atau juga adat[9]terkecuali karena darurat maka diperbolehkan
meminum atau memakai air mutanajis, begitu juga misalkan ketika makan lalu
tersendak dikerongkongan maka boleh meminum air najis ketika tidak mendapat
air, dapat juga dipakai beberapa keperluan yang tidak berhubungan dengan
kebutuhan manusia.[10]
(1)Air yang terkena najis yang dalam keadaan tertentu, tetapi untuk menggunakannya
haruslah memenuhi syarat berikut ;
a)Tidak sampai merubah salah satu sifat air tersebut
baik rasa,warna, ataupun bau,jika tidak maka haram untuk dipakai .
b)Airnya tidak mengalir, jika airnya mengalir dan
didalamnya terdapat najis maka najis tidak bisa menajiskan air, walaupun salah satu sifat air telah berubah,dan boleh
saja memakainya karena air masih dalam keadaan suci.
c)Air tersebut tetap dalam ukurannya (volume tidak
bertambah dari luar),sebagaimana air dalam sumur ukurannya tidak tetap
terkadang tambah dan kadang berkurang, meskipun tidak mengalir tetapi tidak
terpengaruh air yang masuk dari luar yang bisa menambah volumenya, maka jika
air sumur terkena najis hukumnya masih boleh dipakai(karna dima`fu) selama
masih layak.
d)Najis yang terjatuh yang besarnya
sebesar titik - titik
hujan, jika kurang dari itu maka dianggap tidak
masalah dan tidak perlu ada hukum dima`fu.
e)Adanya air lain yang bisa dipakai untuk
berwudhu, jika tidak ada air lagi maka tidak makruh sebab hukumnya dianggap
makruh lagi (karena menjadi darurat).
(2)Airyang telah dipakai untuk bersuci (musta`mal) yang bekasnya masih dalam keadaan
suci pula, kecuali air bekas mencuci
sesuatu juga najis,contoh yang masih suci seperti air bekas wudhu jika
seseorang berwudhu dan dari anggota badan yang dibasuh menetes air, maka makruh
memakai air bekas tersebut untuk bewudhu lagi, meski hal ini masih
diperbolehkan dengan alasan makruh, tetapi memang jika memenuhi beberapa syarat
dibawah ini :
a)Air yang dipakai berwudhu
berasal dari air sedikit (kurang dari 2 kolah),jika air yang dipakai adalah air banyak dan bercampur air musta`mal tersebut, maka tidak masalah karena
mutlak suci.
b)Adanya air lain yang bisa dipakai berwudhu,jika
tidak ada maka mutlak boleh karena darurat.
c)Digunakan untuk wudhu yang bersifat wajib,jika wudhu
yang dikerjakan adalah sunah seperti wudhu ketika akan tidur maka tidak makruh.
(3) Selanjutnya air yang dihukumi makruh adalah air
yang telah dijilat oleh anjing walaupun sekali saja (dalam madzhab ini
anjing tidak dihukumi najis),ketika seekor anjing meminum air yang berasal dari
wadah yang ukurannya kurang dari 2 kolah maka air bekas minumnya makruh untuk
dipakai lagi, begitu juga air bekas minum orang yang sedang mabuk
dan juga air bekas basuhan anggota badan seseorang. Akan tetapi untuk bekas
air minum orang yang mabuk disyaratkan beberapa hal diantaranya : Airnya hanya sedikit. Jika banyak maka tidak
masalah , Terdapat air lain untuk digunakan, jika tidak maka hal ini bersifat
darurat itu artinya tidak makruh lagi,Adanya keraguan antara suci dan tidaknya
mulut orang yang meminumnya, jika jelas mulutnya najis dan sampai merubah salah
satu sifat air tersebut maka hukumnya tidak boleh.
Hanafiyah:
1) Diantara air yang makruh dipakai berwudhu adalah air
bekas minum seseorang yang telah minum khomr (arak), jika setelah minum arak
lalu seseorang minum air dalam sebuah gelas maka bekas minumnya makruh untuk
dipakai berwudhu,tetapi hal ini dianggap makruh jika memang memenuhi beberapa
syarat berikut ini : Saat meminum air tersebut dia yakin bahwa tidak ada bekas
arak yang masih tersisa dalam mulutnya, jika masih tersisa maka hukum air
tersebut adalah najis.
2) Bekas air minum burung buas
(liar) seperti elang, rajawali, gagak ayam hutan, hal ini hanya dihukumi makruh
karena biasanya saat makan kotoran hanya sampai pada paruhnya saja, sedangkan
sisa binatang buas lain yang haram dimakan
dihukumi najis karena saat makan ia juga memakai lidah sehingga kotoran
juga sampai ke lidah dan mulut,begitu juga keringat dari binatang buas dihukumi
najis.
3)Sisa minum kucing piaraan , berbeda dengan kucing liar
yang cenderung sering memakan bangkai sehingga bekas air minumnya adalah najis,
sedang sisa bighol dan himar (sejenis keladai) masih hilaf meskipun boleh
dipakai tapi sebaiknya jika ada air yang lain lebih baik pakai air yang lain
saja.
Syafi`iyah
Air yang makruh adalah air yang berubah disebabkan benda
yang sejenis berdampingan dengan air baik padat atau cair dengan syarat tidak
sampai merubah kemutlakan nama air tersebut.Misalnya segumpal gajih atau air
mawar diletakkan dalam air kemudian bercampur dan merubah air tersebut, jika
pada umumnya orang masih menyebutnya air (biasa) maka meskipun makruh masih boleh dipakai
,jika perubahannya demikian banyak maka tidak bisa dipakai lagi,karena orang
akan berkata itu air mawar atau air gajih bukan air putih lagi.
Hambaliyah: Air yang makruh
ada 7 macam: 1)Air yang dalam keyakinan kita lebih
mengatakan najis saat kita ragu untuk memakainya.
2)Air yang dipanaskan dengan sesuatu yang najis,
meskipun digunakan saat sudah dingin 3)Air yang sudah dipakai bersuci yang tidak
bersifat wajib, seperti wudhu yang kedua (sunnah). 4)Air yang
berubah salah sifatnya karena garam yang dimasukkan
seseorang.5) Air sumur pada wadah ghoshob,begitu juga yang
dikerjakan dengan upah
hasil ghoshob. 6)Air sumur yang
berada dipemakaman. 7)Air yang
dipanaskan dengan sesuatu hasil ghoshob, Ghoshob = memakai tanpa ijin yang punya.
[2] Setelah ditutup wabah tersebut hilang, maksudnya
air yang digunakan pada awalnya adalah kotor dan karena adanya keterpaksaan
maka digunakanlah untuk minum, dan
setelah dututup maka air menjadi lebih
bersih dan layak konsumsi.
[3]Malikiyah:*Air suci yang tidak mensucikan hanya satu macam saja, yaitu air yang
bercampur dengan benda suci yang merubah salah satu sifatnya,dan benda tersebut termasuk
benda yang bisa merubah sifat air.
*Air musta`mal yang salah satu sifatnya tidak
berubah.* Air yang berasal dari
tanaman seperti air mawar dll.
[4]Hanafiyah:Sesuatu yang bercampur dan menyebabkan air tidak bisa dipakai untuk bersuci lagi
terbagi menjadi 2 macam, yaitu yang padat dan cair, jika bercampur
benda padat maka dibawah adalah beberapa ketentuannya tentang air tersebut.
·
Pertama: Jika suatu benda asing yang
bukan berasal dari aliran atau kolam tersebut bercampur dengan air dan
mengubahnya maka hal ini dapat
menjadikan air tidak dapat dipakai bersuci lagi, seperti jika air dimasuki
tanah dari luar (sengaja) yang kemudian merubah air tersebut, begitu juga sisa
air yang masih tersisa dalam kolam ketika kering yang telah bercampur tanah
semua itu membuat air tidak bisa dipakai bersuci lagi , tetapi hanya boleh
dipakai untuk adat keperluan sehari-hari saja.
·
Kedua jika air bercampur dengan sesuatu yang
dimasak didalamnya, meskipun berasal dari tanaman air (ganggang dsb), lalu benda tersebut
merubah sifat air, maka air tidak bisa dipakai untuk bersuci lagi. Bzisanya hal ini terjadi di
daerah yang sulit mendapatkan air.
Dalam hal ini ada beberapa hal
yang dikecualikan yaitu, jika air berubah dengan sesuatu yang biasa dipakai
sehari-hari seperti sabun dsb.Apabila sabun bercampur dengan air dan merubah
salah satu sifatnya maka air masih dalam keadaan suci,terkecuali jika dimasak
didalamnya,atau bercampur dengan benda yang bukan berasal dari komunitasa
air.Selanjutya jika benda cair bercampur dengan air maka ada3 ketentuan yang
berlaku .
1.
Pertama zat cair tersebut serupa dengan air dalam sifat-sifatnya
meliputi rasa, warna, dan bau, seperti air mawar yang telah hilang baunya, begitu juga
air musta`mal, dalam hal ini hukumnya adalah dilihat secara gholib (sifat yang
paling berpengaruh), jika yang di dominasi warna air maka hukumnya adalah air
dan bisa dipakai untuk bersuci, jika
terlihat lebih terlihat benda yang mencampurinya maka hukumnya adalah seperti
benda tersebut dan tidak bisa dipakai bersuci lagi, seandainya seseorang
berwudhu dalam sebuah bak kecil (artinya volume air suci dan musta`mal sama
besar), maka diambil keputusan jika lebih
yakin banyak air suci maka hukumnya adalah suci dan begitu juga
sebaliknya.
2.
Kedua jika zat cair tersebut seluruh
sifatnya berbeda dengan air seperti cuka, jika demikian jika sifat air lebih di
dominasi sifat cuka dalam bau, rasa, maka air tidak bisa dipakai bersuci meski
masih bisa dipakai mencuci dll. sedang jika sifatnya masih didominasi air maka hukumnya
masih suci dan mensucikan.
3.
Ketiga jika zat cair tersebut berbeda
sebagian sifat dan sama dalam sifat yang lain, contoh seperti susu, hanya
berbeda warna dan rasa sedang baunya tidak, jika demikian meskipun hanya
menunjukkan satu perubahan saja air tidaklah bisa dipakai bersuci kembali.Hal ini
semua jika air dalam volume yang sedikit namun jika volume air banyak maka
dianggap tidak masalah.
Malikiyah:
1)Air tidak bisa dipakai bersuci
lagi jika bercampur dengan sesuatu yang merubah salah satu sifat air tersebut,
hal ini dianggap demikian jika benda yang bercampur itu memenuhi beberapa sarat dibawah ini :
·
Benda tersebut
tidak berasal dalam komunitas air, begitu juga dengan benda yang terkadang ada
dalam air dan terkadang tidak.
·
Bukan termasuk
bagian dari bumi seperti tanah, batu dll.
·
Bukan sesuatu
yang biasa dipakai untuk menyamak kulit.
·
Bukan termasuk
sesuatu yang sulit dihindarkan dari air, seperti pendapat umum yang mengatakan
sabun merubah air, begitu juga air mawar dan juga wewangian, serta ada beberapa
contoh lainnya seperti percikan air seni orang yang lewat (hal ini tentu
sebenarnya bisa dihindari ), asap dari pembakaran najis walaupun termasuk
bagian dari tanah, dedaunan yang dekat
dengan kolam dan busuk lalu mengalir
masuk kedalam kolam (hal ini sebenarnya bisa dijaga dengan cara ditutup), bangkai
ikan yang mati ataupun dengan sengaja,
jika semua ini sampai bercampur dengan air dan merubah salah satu sifat
air tersebut maka sudah pasti air tersebut suci namun tidak mensucikan.
2)Air berubah dalam wadah
penyimpannya,perubahan ini diangap merubah merubah air jika memang memenuhi 2 syarat berikut: 1)Wadah tidak terbuat dari tanah.2) Perubahan terjadi secara signifikan,jika hanya sedikit
maka tidak masalah dan masih suci mensucikan.
3)Air yang berubah karena
dedaunan, jika perubahannya meliputi
warna dan rasa maka dianggap tidak
mensucikan lagi, jika hanya berubah baunya saja masih dapat dipakai
bersuci.
Syafi`iyah : Air dihukumi suci namun tidak mensucikan jika tercampur sesuatu dan
terjadi perubahan meskipun bercampur dengan sesuatu yang suci,namun dianggap
demikian jika memang memenuhi beberapa ketentuan dibawah ini diantaranya:
1.
Benda yang merubahannya bukan
benda komunitas air seperti, tumbuhan air dll, jika termasuk dari komunitas air
maka masih dianggap suci.
2.
Perubahannya banyak,jika masih
ragu maka dianggap masih suci mensucikan.
3.
Perubahan yang dikarenakan
kerikil dan garam dianggap tidak masalah, karena garam dan kerikil termasuk
dalam komunitas air,kecuali garam yang berasal dari gunung (bukan dari air
laut), jika air dimasuki sesuatu yang bukan dari kedua benda tersebut kemudian
berubah maka air tersebut suci namun tidak mensucikan, seperti jika dimasuki ter,
za`faron atau korma lalu berubah maka air tersebut suci namun tidak mensucikan
.
Hambaliyah:Ada beberapa contoh perubahan air sebagaimana yang tertulis dibawah ini :
a) Jika
air bercampur & berubah disebabkan sesuatu yang sifatnya suci dan mudah
untuk menghindarkannya dari air tersebut, hal ini dianggap bisa merubah
kesucian air dengan 2 syarat :1) percampurannya merubah sifat air dengan drastis,jika hanya sedikit saja
maka dianggap masih tetap dalam kedudukannya yaitu suci dan mensucikan.
b) Percampurannya
tidak terjadisaat air dipakai bersuci, misalnya pada saat seseorang berwudhu
kebetulan ditangannya masih ada bekas za`faron kemudian saat dibasuh air
bercampur dengan za`faron tersebut, hal ini tidak dipermasalahkan,sedang jika
bercampur dengan sesuatu yang sulit dihindarkan seperti ganggang, daun
sertayang lain yang memang tidak disengaja dimasukkan maka tidak masalah.
c) Jika
air mutlak bercampur dengan air musta`mal (air yang telah dipakai untuk
bersuci) untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan najis dan dipakai pada
tempat yang bersih pula maka hukumnya suci tidak mensucikan. Air yang mengalir
melalui tangan seseorang yang tidak sedang bersuci bukanlah air musta`mal,
begitu juga saat berpisah, air yang tidak berubah serta tidak bercampur dengan
kotoran. Air yang volumenya lebih dari 2 kulah (kubus dengan ukuran sisi +
60 cm ), jika air musta`mal bercampur dengan air 2 kulah maka tidak akan
menjadi musta`mal lagi, jika setelah dipakai bersuci air berubah banyak
(drastis) maka air tidak mensucikan lagi.
d)
Jika air bercampur dengan benda
cair suci yang sifatnya mirip dengan air,jika dalam percampurannya sifatnya
lebih didominasi benda yang mencampurinya maka air tersebutsuci tidak
mensucikan, contoh : bercampur air mawar/ parfum yang aromanya telah hilang.
[5]Malikiyah : Air sedikit tidak akan menjadi musta`mal jika bercampur
dengan air musta`mal, meski seseorang berwudhu dan bekas air basuhan masuk
kedalam wadah yang berisi air sedikit maka air tersebut masih bisa dipakai
untuk berwudhu yang kedua kalinya.
Hanafiyah: Air musta`mal yang bercampur dengan air mutlak dalam jumlah sedikit akan
menjadikannya musta`mal pula, akan
tetapi perlu kita ketahui mengenai ukuran air yang terhitung sedikit
diantaranya.
·
Air dalam kolam yang bentuknya
persegi ukurannya sisinya kurang dari 10 hasta (dhiro`) ,* air
dalam kolam melingkar yang pinggirnya ukurannya kurang dari 33 hasta, semuanya
itu termasuk air yang masih dalam kategori sedikit.
·
Sedang air yang termasuk banyak
adalah air yang melebihi batas tersebut seperti air laut , sumur , sungai dan
air pada kolam yang ukurannya melebihi batas yang ditentukan .Kolam tidak harus
dalam , tetapi pada saat kita ambil airnya lumpur didasar kolam tidak ikut
keruh.
[6]Malikiyah ;Musta`mal tidak
menghilangakan kesucian air,dan air musta`mal sah untuk dipakai mandi berwudhu
meskipun dalam jumlah yang sedikit,hanya saja jika masih ada air mutlak yang
lain makruh untuk memakainya .Air musta`mal
terbagi dalam 2 bagian ; 1) Air
sedikit yg dipakai menghilangkan hadas kecil atau besar dan juga air yang dipakai menghilangkan
najis hukmiyah dan ainiyah , 2) Air yang
dipakai bersuci dengan sesuatu yang harus memakai air yang mensucikan baik yang
wajib seperti ;memandikan janazah ,mandinya kafir dhimmi(kafir yang dilindungi)
saat berhenti haid supaya boleh berhubungan suami istri atupun yang sunnah
,
sedang memakai bekas airnya hukumnya dianggap
makruh jika memenuhi 2 sarat ; 1) Air tersebut mengalir mengenai anggota tubuh
saat dibasuhkan kemudian menetes ,sedang jika diapkai untuk menghilangkan najis
tidak harus demikian . 2) Air tersebut berpindah dari tempat awalnya mengenai
anggota yang dibasuh,jika seseorang mandi dalam suatu tempat dengan cara
menyelam maka sesudah itu air tidak akan menjadi musta`mal .
Hanafiyah ; Ketika air telah dipakai untuk
bersuci maka meskipun air terrsebut (musta`mal) suci (selama tidak terkena
najis) air tidak bisa mensucikan ( tidak bisa dipakai bersuci), meski demikian
boleh dipakai dalam hal adat seperti mencuci , mandi dsb .Selanjutnya air musta`mal dibagi dalam 4
kategori ;
1) Air yang digunakan untuk ibadah Qurbah
( mendekat kepada Allah) seperti sholat, ihrom ,menyentuh Al-Qur`an 2) Air yang
dipakai untuk meghilangkan hadas seperti berwudhu dengan sempurna guna
menghilangkan hadas kecil.
3) Air yang dipakai untuk menggugurkan fardhu
saja,sekalipun belum menggugurkan hadas , misal orang berwudhu yang hanya
membasuh wajah saja,maka air yang telah dipakai musta`mal meski wudhunya belum
sempurna dan lagi bahwa ia telah menggugurkan kewajiban karena telah membasuh
wajah meskipun hadas kecil belum hilang secara keseluruhan .
4) Air yang dipakai untuk tadzkirul ibadah (mengingat ibadah) ,
seperti wudhunya seorang wanita ketika masih dalam haid dan disunnahkan
disetiap waktu sholat ,ini dilakukan semata – mata untuk mengingat waktu ibadah
,sedang selama air tidak menetes dari anggota yang dibasuh bukan termasuk air
musta`mal .
Syafi`iyah ; Musta`mal adalah gambaran semua
jenis air dalam volume sedikit yang telah dipakai untuk bersuci yang bersifat
wajib,baik membersihkan hadas ,najis ,secara hakikiyah (hukum) atau suwariyah
(fisik).Dambil kesimpulan bahwa air sedikit adalah yang kurang dari 2 kolah
,jika seseorang berwudhu membasuh wajahnya dengan tangan dari air dalam wadah
yang kurang 2 kolah,
kemudian membasuh tangan dengan cara mencelupkan
tangannya maka saat itu air menjadi musta`mal, akan tetapi air dikatakan
musta`mal jika memang memenuhi beberapa sarat
diantaranya ;
Digunakan untuk thoharoh fardhu ,jika dipakai
thoharoh untuk sholat sunnah,menyentuh mushaf ,air tidak akan menjadi musta`mal
karena dicelupkan kedalamnya.
1. Digunakan
pada basuhan yang pertamakali karena hal itu yang bersifat wajib,jika basuhan
pertama dilakukan diluar wadah lalu memasukkan tangannya kewadah tersebut untuk
meneruskan basuhan yang kedua dan ketiga, maka hukum air bukan musta`mal .
2. Volume
air sedikit ,jika banyak maka tidak akan menjadi musta`mal ,jika air musta`mal
yang sedikit yang dikumpulkan hingga mencapai 2 kolah maka hukumnya menjadi
sediakala yaitu suci mensucikan .
3. Air
sudah berpisah dari anggota yang dibasuh ,jika masih menempel maka belum
disebut musta`mal .
4. Jika
seseorang berwudhu atau mandi dari air sedikit lalu berniat untuk menciduk air
tersebut dengan tangan air tidak akan
menjadi musta`mal dengan sarat niat mencelupkan dalam wudhunya pada saat
setelah membasuh wajah yaitu saat membasuh kedua tangan,jika niatnya disaat
berkumur atau menghisap air dari hidung atau membasuh wajah maka tidak boleh,
pada saat itu hendaknya hanya berniat menciduk saja,jika tidak berniat demikian
maka tidak boleh, seperti membasuh atau mengusap anggota badan dan hal ini
menyebabkan air menjadi musta`mal.
Untuk selanjutnya Hakikiyah
/ Suwariyah hal ini mengandung pengertian bahwa tiada perbedaan antara
wudhunya seorang yang sudah mukallaf dan belum mukallaf, seorang mukallaf
wudhunya hukumnya adalah hakikiyah(nyata) ,sedang bukan mukallaf hanya
suwariyah (bentuk luar) karena pada dasarnya belum berkewajiban untuk
mengerjakan kewajiban ibadah ,air bekas dari keduanya adalah musta`mal .
Atau dipakai
menghilangkan najis,maksudnya air yang dipakai membersihkan kotoran hukumnya
musta`mal bukan mutanajis , hal ini dibenarkan jika memenuhi beberapa sarat
berikut :
1. Bekasnya
masih bersih setelah dipakai membersihkan tidak berubah salah satu sifat –
sifatnya
2. Setelah
dipakai ukuran air tidak bertambah, misalkan volume air I liter ,setelah
dipakai mencuci jika sisa dalam wadah volumenya melebihi 1liter,maka air
menjadi najis,hal ini karena air bercampur dengan kotoran pada baju ,jika
setelahnya volume berkurang dan sifat air tidak berubah maka air hukumnya
menjadi musta`mal .
3. Air
yang mengalir melewati najis pada saat dipakai bersuci, jika tidak lewat dan
tidak bercampur maka bukanlah musta`mal.
Hambaliyah : Musta`mal adalah air
sedikit yang dipakai bersuci menghilangkan atau najis, dan pada saat berpisah
tidak berubah (sifat kesuciannya) pada
saat basuhan ketujuh (sebelum basuhan ke 7 adalah najis sedang sesudahnya musta`mal).
[7]Malikiyah ;Air sedikit yang terkena
najis tidak menjadi mutanajis terkecuali salah satu sifatnya berubah , hanya
saja makruh untuk digunakan .
[8]Hanafiyah ;Jika terkena bangkai
binatang yang mempunyai darah yang mengalir jatuh kedalam sumur maka ada
beberapa hukum yang berkaitan dengannya .
·
Jika binatang tersebut bengkak atau busuk dan anggota tubuh sampai
terpisah ,seperti rambut yang sudah terlepas maka hukum dari sumur tersebut
adalah najis, termasuk timba, tali serta dinding, jika memungkinkan untuk
menguras seluruh isi air didalamnya maka bisa dilakukan, karena jika hanya
dikuras sebagian saja hukumnya belum dianggap suci,jika tidak memungkinkan
untuk dikuras caranya dengan menguras sebanyak 200 timba, semua itu bisa dilakukan setelah mengeluarkan
bangkai dari dalam sumur dan tangan yang dipakai untuk menguras sumur tersb
juga najis maka harus dicuci pula .
·
Jika terkena bangkai binatang
yang darahnya mengalir akan tetapi hanya timbul bau saja, sedang bangkai tidak
sampai busuk dan hancur maka ada beberapa ketentuan ;* Jika bangkainya termasuk
berukuran besar seperti manusia , kambing baik kecil dewasa maka hukumnya
seperti diatas yaitu mulai dari air ,timba sampai tali dan dinding menjadi
najis,sedang untuk membersihkannya sama seperti cara diatas tadi .
*Jika bangkai berukuran
kecil seperti burung , tikus, kucing,maka air menjadi najis, dan untuk
mensucikannya harus dikuras sebanyak 20 timba air, tidak ada perbedaan antara
kecil , besar, manusia , ayam ataupun tikus , adapun selainnya maka besar kecil
hukumnya sama saja dalam membersihkannya.
Jika tercebur kedalamnya seekor
binatang lalu keluar dalam keadaan masih hidup, dalam hal ini ada 2 macam
ketentuan:
1) Jika
binatang tersebut najis ainiyah seperti babi, maka air sumur harus dikuras
seluruhnya jika memungkinkan atau dikuras sebanyak 200 timba air,
2) Jika
yang masuk kedalamnya adalah binatang yang tidak najis ainiyah, seperti kambing dll, jika dibadannya menempel
najis mugholladhoh maka air menjadi najis karenanya, jika tidak maka air tidak
menjadi najis tetapi hanya disunahkan mengurasnya sebanyak 10 timba supaya hati
menjadi tenang tidak merasa ragu.Jika yang masuk kedalamnya adalah binatang
yang darahnya tidak mengalir maka hukumnya air tetap suci.
Malikiyah: Air
sumur menjadi najis karena kemasukan bangkai dengan beberapa sarat.
1. Binatang
yang masuk termasuk binatang darat, jika yang masuk adalah binatang jenis
binatang air tidak akan menajiskan air tersebut,
2. Binatang
tersebut mempunyai darah yang mengalir, maka bangkai belalang dsb tidak
menajiskan air sumur.
Syafi`iyah : Sumur disini terbagi menjadi 2
bagian pertama sumur yang berair sedikit, kedua sumur yang airnya banyak, Jika airnya sedikit lalu
kemasukan bangkai yang darahnya mengalir maka bisa menjadikan air menjadi najis
dengan 2 sarat.
1.
Najis yang mengenai air bukan jenis ma`fu.
2.
Najis tersebut
dimasukkan seseorang, jika terbawa angin , jatuh dengan sendirinya, dan juga
najis yang terkena adalah jenis ma`fu maka tidak mengapa. Tapi jika sengaja
dimasukkan maka air menjadi najis meski binatang yang dimasukkan darahnya bukan
termasuk yang mengalir, jika air lebih dari 2 kulah dan tidak berubah maka
tidak najis.
3. Bangkai
tersebut sampai merubah sifat air, jika
berubah maka air akan menjadi najis juga. Sebagaimana hukum air sumur tersebut
juga berlaku pada air kolam kecil yang tidakmengalir.
Hambaliyah: Dalam madzhab ini sama seperti
Madzhab Malikiyah hanya saja air tersebut menjadi najis karena2 syarat:
1.
Najis yang terkena bukan jenis
ma`fu
2. Dimasukkan
seseorang (sengaja) bukan masuk sendiri
[9]Hanafiyah: Air suci (suci
tidak mensucikan) boleh dipakai untuk menghilangkann najis, maka
seseorang boleh mencuci baju dari najis yang
mengenainya, bukan hanya itu saja bahkan semua cairan yang suci bisa
dipakai untuk membersihkan seperti air mawar, tetapi makruh jika tidak dalam
kedaaan darurat karena dianggap menyia-nyiakan air, membersihkan baju memakai
air mawar juga makruh, kecuali hanya bermaksud supaya baunya wangi maka tidak
masalah.
[10]Hanafiyah :Hal yang mutanajis,
terkadang berbentuk cair kadang juga benda padat, air mutanajis tidak boleh
dipakai dan digunakan kecuali dalam 2 hal ; Pertama meminyaki dengan khomr
untuk plester tanah, begitu pada dempul, begitu juga ketika berupa minyak atau
lemak (untuk dempul). Kedua
memberi minum binatang selama tidak berubah salah satu sifat air baik warna,
rasa atau baunya.
Sedang untuk benda najis yang bentuknya padat maka
haram untuk dimanfaatkan, seperti babi, bangkai, binatang yang mati dicekik dan
dipukul. Begitu juga diharamkan menggunakan kulitnya sebelum disamak kecuali
kulit babi yang memang sama sekali tidak boleh, adapun yang lain seperti
mentega yang mutanajis boleh digunakan selain untuk dimakan, seperti minyak
penerangan asal tidak di masjid.
Dikecualikan lemak dari bangkai (najis) yang sama sekali
tidak boleh dipakai, berbeda dari lemak binatang suci yang mutanajis setelah
disucikan boleh dipakai, sedang kotoran yang telah kering boleh dijadikan
pupuk, serta boleh menjual anjing untuk berburu dan penjaga.
Malikiyah :Haram memakai air mutanajis untuk minum dsb, sedang
untuk yang lain boleh. Haram memakai benda mutanajis sebagai bahan membangun
masjid, begitu juga yang lain seperti zaitun, madu, lemak dan cuka yang terkena
najis (mutanajis) karena dalam madzhab ini mutanajis tidak bisa dusucikan.
Sedangkan untuk khomr secara mutlak tidak boleh dipakai sepertihalnya najis
dalam bentuk padat seperti babi, anjing dll. Tidak diperbolehkan jual beli
anjing karena Nabi melarangnya, sebagian ulama`nya memperbolehkan untuk
berburu.
Syafiiyah;Mutanajis dalam bentuk cair tidak boleh digunakan
kecuali dalam 2 hal, yaitu mematikan api dan memberi minum ternak dan menyiram
tanaman, termasuk didalamnya khomr, darah yang masih cair, adapun najis yang
berebentuk beku/keras seperti kotoran yang tidak boleh dijualbelikan. Jika bercampur dengan hal suci dan susah
dipisah maka boleh dimanfaatkan. Boleh mengaduk kapur dengan air mutanajis,
begitu juga boleh meletakkan kotoran
sebagi pupuk kandang, dan membuat peralatan yang dibakar dengan api
najis.
Syafiiyah ;Mutanajis dalam bentuk cair tidak boleh digunakan
kecuali dalam 2 hal, yaitu mematikan api dan memberi minum ternak dan menyiram
tanaman, termasuk didalamnya khomr, darah yang masih cair, adapun najis yang berebentuk
beku/keras seperti kotoran yang tidak boleh dijualbelikan. Jika bercampur dengan hal suci dan susah
dipisah maka boleh dimanfaatkan. Boleh mengaduk kapur dengan air mutanajis,
begitu juga boleh meletakkan kotoran
sebagi pupuk kandang, dan membuat peralatan yang dibakar dengan api
najis.
Hambaliyah: Tidak boleh mamakai air mutanajis kecuali hanya
untuk membasahi tanah, kapur dan semisalnya, asalkan tidak dijadikan bangunan
masjid atau musholla, juga tidak boleh memakai najis cair dan padat seperti
babi, adapun kotoran merpati, ternak, boleh untuk pupuk dan diperdagangkan,
tidak boleh memakai bangkai dan lemaknya, sedang lemak binatang suci yang
terkena najis boleh namun bukan untuk dimakan dan bukan untuk penerangan
masjid.
Terima kasih Banyak
ReplyDeleteHukum sumur kemasukan bangkai anjing, apakah kita yg sudah terlanjur menggunakan air tersebut di bersihkan dengan 1 air tanah dan 6 air biasa??
ReplyDelete