Tuesday, October 21, 2014

HUKUM AIR



 BAB 2
(ﺍﻠْﻣَﺎﺀُ)
AIR
Air terbagi menjadi tiga (3) bagian yaitu ;
1 .Suci dan mensucikan
2 .Suci tidak mensucikan
3 .Mutanajis
A.    AIR SUCI MENSUCIKAN(ﻁﻬﻭﺮ/ﻁﺎﻫﺮﻣﻁﺎﻫﺮ)
Air suci yang mensucikan yang pertama adalah air yang turun dari langit (hujan,embun,salju,dll) dan yang keluar dari tanah (sumur,mata air,sungai,laut dll) yang tidak berubah salah satu sifatnya, meliputi warna, rasa, dan bau karena pengaruh benda lain, dan  bukan termasuk air musta`mal (air yang terpakai).
B.     PERBEDAAN THOHUR DAN THOHIR
Air Thohur (suci dan mensucikan) sah digunakan dalam kaitan ibadah seperti wudhu, mandi jinabah, dll. dan sah digunakan untuk keperluan (adat) seperti memasak, minum, membersihkan sesuatu dll.
Sedang air thohir (suci tidak mensucikan) hanya boleh digunakan untuk hal yang bersifat adat saja (bukan keperluan ibadah) .
C.    HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PEMAKAIAN AIR
Dalam hal ini terdiri dari 2 unsur penggunaannya pertama, hukum syara` dan kedua adalah hukum pemakaian. Adapun hukum syara` berkaitan langsung dengan unsur kegunaan seperti, menghilangkan hadas kecil, hadas besar, dan membersihkan najis, mencuci dll. Sedangkan hukum pemakaian hubungannya dengan boleh tidaknya air untuk dipakai karena berkaitan dengan hukum seperti wajib, haram, sunah dll.  Untuk lebih jelasnya lihatlah beberapa hal tentang hukum pemakaian air dibawah ini.
Wajib ;
·         Ibadah yang dalam rangkaiannya harus bersuci dengan air, seperti menghilangkan hadas kecil, hadas besar,selama tidak ada udzur maka hukumnya wajib memakai air,kecuali ada halangan kemudian bertayamum.
Haram ;
·         Yang termasuk hukum haramadalah berwudhu dengan memakai air kepunyaan orang lain tanpa ijin (ghosob) atau bahkan mencuri.
·         Memakai air yang kusus hanya untuk minum,misal pada suatu tempat terdapat air yang hanya diperuntukkan minum karena sulit air maka haram berwudhu dengan air tersebut.
·         Adanya udzur penyakit atau apapun yang bisa membahayakan dan tidak memungkinkan untuk memakai air,dalam keadaan demikian haram memakai air,dan dalam hal ini diperbolehkan untuk bertayamum.
·         Air tersebut diperlukan untuk memberi minum binatang ternak.
Mubah
·         Yang termasuk kategori mubah yaitu seperti minum,mencuci , memasak dll .
Makruh
·         Makruh berwudhu atau mandi memakai air yang terlalu panas atau terlalu dingin,jika memang tidak ada unsur yang membahayakan, jika ada unsur madhorot  maka haram karena membahayakan tubuh orang yang memakainya, mengganggu kehusuan seseorang.
·         Makruh memakai air yang dipanaskan dengan matahari,dalam hal ini dihukumi makruh jika berkaitan dengan 2 hal; 1) Air tersebut berada dalam wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak seperti ; tembaga,besi hal ini karena mudah berkarat jadi kurang steril dl.2)  Keadaan tersebut  jika berada dalam suatu daerah yang beriklim panas,jika tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak ada nilai makruh didalamnya.[1]
D.    AIR YANG TETAP SUCI
Terkadang pada suatu tempat mengalir sungai yang kurang bersih, disamping itu banyak terjadi perubahan baik dari segi bau,rasa, ataupun warna yang sudah berubah, tetapi sebagai bentuk keringanan terkadang syara` masih  memperbolehkan untuk digunakan bersuci ataupun beberapa keperluan lainnya, hal ini memang diperkenankan selama tidak mengandung unsur dhorurot (bahaya), sebagai misal beracun atau gatal dsb, jika sudah demikian adanya maka tidak boleh lagi untuk digunakan, dengan kata lain bahwa selama nilai dhorurot tidak terdapat didalamnya atau dapat diminimalisir maka boleh saja.
Hal ini berasal dari suatu kisah bahwa pada saat kaum muslimin berhijrah ke Madinah beberapa diantara mereka banyak terkena demam karena memakai air dari sungai yang ada, kemudian para ahli memerintahkan untuk menutup air yang tergenang dan setelah ditutup maka hilanglah wabah demam yang menyerang.[2]
Aisyah R.A. berkata bahwa air yang mengalir terlihat sudah kotor sebagian agak bau dan sudah tidak layak untuk dipakai lagi, maka dari itu kita harus tau bahwa inti dari pada hukum islam adalah “jalbul mashoolih wadar`ul mafasid (mengambil kebaikan dan membuang keburukan). Maka sebaiknya semua orang berbuat sebagaimana hukum dalam agama. Dari padanya kemudian ahli fiqih membuat beberapa ketentuan untuk membatasi beberapa jenis air yang berubah tapi masih boleh dipergunakan diantaranya :
1.      Air yg berubah sifatnya dalam tempatnya atau karena aliran yang dilewati (saluran) baik berubah sebagian atau seluruhnya (melipuiti rasa, bau, dan warna). Seperti: kolam yang bawahnya berupa lumpur, sungai yang mengalir melalui tempat yang berbau belerang dll.
2.      Air yang berubah disebabkan lamanya disuatu tempat  seperti air bak yang berubah karena saking lamanya.
3.      Air yang berubah karena komunitas binatang atau tanaman dalam air tersebut seperti: ikan, ganggang dll, dikecualikan ganggang yang telah dimasak atau dihancurkan lalu sengaja dimasukkan kedalamnya yang pada intinya ada unsur kesengajaan, jika demikian maka hukumnya tidak mensucikan  lagi meskipun suci.
4.      Air yang berubah yang disebabkan karena aktifitas rutin didalamnya misalnya air yang berdekatan dengan tukang samak kulit atau suatu usaha yang setiap harinya dipakai untuk mencuci dan airnya mengalir bercampur kedalam kolam tersebut,selama yang berubah hanya salah satu sifat tidak semuanya maka masih boleh untuk digunakan.
5.      Air yang berubah karena sesuatu yang terdapat dipinggirnya seperti : bangkai yang dibuang disungai sehingga air menjadi bau, tetapi meski bolehhal ini adalahpekerjaan orang bodoh yang jika masih mau melakukannya. 

E.     AIR YANG SUCI TIDAK MENSUCIKAN
Air yang dianggap suci tapi tidak mensucikan ada 3 macam.[3]
Pertama :
Air suci yang bercampur dengan benda suci lain seperti bercampur air mawar,lemak,minyak dsb.dengan volumenya yang sedikit.Ada beberapa syarat yang menyebabkan air tidak bisa dipakai bersuci lagi meskipun boleh dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, minum dll. Adapun batasan perubahannya sebagai berikut :
1.      Sifat air berubah baik rasa, warna, atau bau.
2.      Benda yang bercampur adalah benda yang bisa merubah sifat air.[4]
*Kedua ;
Air sedikit yang telah dipakai bersuci (musta`mal).[5]
Ukuran air sedikit adalah air yg kurang dari 2 kolah sedang pengertian musta`mal sendiri terdapat perbedaan madzab dalam menanggapinya.[6]
Selanjutnya ukuran 2 kolah Mesir adalah berukuran 3/7 atau 446 Rithl,  atau dalam ukuran umumnya adalah sebuah kubus yg ukuran sisi- sisinya 1dan 1/4 hasta
*ketiga:
Air suci yang tidak mensucikan adalah air yang keluar dari tumbuhan seperti air mawar, air semangka dll.
F.     AIR MUTANAJIS
Air mutanajis adalah air yang bercampur dengan najis, air ini dibagi menjadi 2 ; Pertama, air banyak yang terkena najis. Air banyak yang terkena najis hukumnya tetap suci selama salah satu  sifat air tidak berubah baik warna , rasa dan bau. Kedua, air suci yg sedikit dan terkena najis hukumnya mutanajis , baik yang berubah sifatnya atau tidak.[7]

G.    SEKILAS AIR SUMUR
Air sumur mempunyai ketentuan hukum tersendiri, dari itulah ada sedikit pembahasan di bawah ini.[8]
H.    HUKUM AIR NAJIS DAN AIR SUCI
Sebagaimana kita tahu bahwa hukum air suci (yang tidak mensucikan) tidak bisa dipakai untuk membersihkan sesuatu yang sifatnya ibadah seperti wudhu, mandi, janabah dll, tetapi hanya bisa dipakai untuk hal yang bersifat adat saja, sedang air najis (mutanajis) tidak bisa dipakai untuk ibadah atau juga adat[9]terkecuali karena darurat maka diperbolehkan meminum atau memakai air mutanajis, begitu juga misalkan ketika makan lalu tersendak dikerongkongan maka boleh meminum air najis ketika tidak mendapat air, dapat juga dipakai beberapa keperluan yang tidak berhubungan dengan kebutuhan manusia.[10]




[1]Malikiyah:Selain itu ada beberapa air lain yang makruh jika digunakan diantaranya ;
(1)Air yang terkena najis yang dalam keadaan tertentu, tetapi untuk menggunakannya haruslah memenuhi syarat berikut ;
a)Tidak sampai merubah salah satu sifat air tersebut baik rasa,warna, ataupun bau,jika tidak maka haram untuk dipakai .
b)Airnya tidak mengalir, jika airnya mengalir dan didalamnya terdapat najis maka najis tidak bisa menajiskan air, walaupun salah satu sifat air telah berubah,dan boleh saja memakainya karena air masih dalam keadaan suci.
c)Air tersebut tetap dalam ukurannya (volume tidak bertambah dari luar),sebagaimana air dalam sumur ukurannya tidak tetap terkadang tambah dan kadang berkurang, meskipun tidak mengalir tetapi tidak terpengaruh air yang masuk dari luar yang bisa menambah volumenya, maka jika air sumur terkena najis hukumnya masih boleh dipakai(karna dima`fu) selama masih layak.
d)Najis yang terjatuh yang besarnya  sebesar titik - titik hujan, jika kurang dari itu maka dianggap tidak masalah dan tidak perlu ada hukum dima`fu.
e)Adanya air lain yang bisa dipakai untuk berwudhu, jika tidak ada air lagi maka tidak makruh sebab hukumnya dianggap makruh lagi (karena menjadi darurat).

(2)Airyang telah dipakai untuk bersuci (musta`mal) yang bekasnya masih dalam keadaan suci pula, kecuali air bekas  mencuci sesuatu juga najis,contoh yang masih suci seperti air bekas wudhu jika seseorang berwudhu dan dari anggota badan yang dibasuh menetes air, maka makruh memakai air bekas tersebut untuk bewudhu lagi, meski hal ini masih diperbolehkan dengan alasan makruh, tetapi memang jika memenuhi beberapa syarat dibawah ini :
a)Air yang dipakai berwudhu berasal dari air sedikit (kurang dari 2 kolah),jika air yang dipakai adalah air banyak  dan bercampur air musta`mal tersebut, maka tidak masalah karena mutlak suci.
b)Adanya air lain yang bisa dipakai berwudhu,jika tidak ada maka mutlak boleh karena darurat.
c)Digunakan untuk wudhu yang bersifat wajib,jika wudhu yang dikerjakan adalah sunah seperti wudhu ketika akan tidur maka tidak makruh.

 (3) Selanjutnya air yang dihukumi makruh adalah air yang telah dijilat oleh anjing walaupun sekali saja (dalam madzhab ini anjing tidak dihukumi najis),ketika seekor anjing meminum air yang berasal dari wadah yang ukurannya kurang dari 2 kolah maka air bekas minumnya makruh untuk dipakai lagi, begitu juga air bekas minum orang yang sedang mabuk dan juga air bekas basuhan anggota badan seseorang. Akan tetapi untuk bekas air minum orang yang mabuk disyaratkan beberapa hal diantaranya :  Airnya hanya sedikit. Jika banyak maka tidak masalah , Terdapat air lain untuk digunakan, jika tidak maka hal ini bersifat darurat itu artinya tidak makruh lagi,Adanya keraguan antara suci dan tidaknya mulut orang yang meminumnya, jika jelas mulutnya najis dan sampai merubah salah satu sifat air tersebut maka hukumnya tidak boleh. 

Hanafiyah:
1) Diantara air yang makruh dipakai berwudhu adalah air bekas minum seseorang yang telah minum khomr (arak), jika setelah minum arak lalu seseorang minum air dalam sebuah gelas maka bekas minumnya makruh untuk dipakai berwudhu,tetapi hal ini dianggap makruh jika memang memenuhi beberapa syarat berikut ini : Saat meminum air tersebut dia yakin bahwa tidak ada bekas arak yang masih tersisa dalam mulutnya, jika masih tersisa maka hukum air tersebut adalah najis.
2) Bekas air minum burung buas (liar) seperti elang, rajawali, gagak ayam hutan, hal ini hanya dihukumi makruh karena biasanya saat makan kotoran hanya sampai pada paruhnya saja, sedangkan sisa binatang buas lain yang haram dimakan  dihukumi najis karena saat makan ia juga memakai lidah sehingga kotoran juga sampai ke lidah dan mulut,begitu juga keringat dari binatang buas dihukumi najis.
3)Sisa minum kucing piaraan , berbeda dengan kucing liar yang cenderung sering memakan bangkai sehingga bekas air minumnya adalah najis, sedang sisa bighol dan himar (sejenis keladai) masih hilaf meskipun boleh dipakai tapi sebaiknya jika ada air yang lain lebih baik pakai air yang lain saja.

Syafi`iyah
Air yang makruh adalah air yang berubah disebabkan benda yang sejenis berdampingan dengan air baik padat atau cair dengan syarat tidak sampai merubah kemutlakan nama air tersebut.Misalnya segumpal gajih atau air mawar diletakkan dalam air kemudian bercampur dan merubah air tersebut, jika pada umumnya orang masih menyebutnya air (biasa)  maka meskipun makruh masih boleh dipakai ,jika perubahannya demikian banyak maka tidak bisa dipakai lagi,karena orang akan berkata itu air mawar atau air gajih bukan air putih lagi.

Hambaliyah: Air yang makruh ada 7 macam:  1)Air yang dalam keyakinan kita lebih mengatakan najis saat kita ragu untuk memakainya. 2)Air yang dipanaskan dengan sesuatu yang najis, meskipun digunakan saat sudah dingin 3)Air yang sudah dipakai bersuci  yang tidak bersifat wajib, seperti wudhu yang kedua (sunnah).  4)Air yang berubah salah sifatnya karena garam yang dimasukkan seseorang.5) Air sumur pada wadah ghoshob,begitu juga yang dikerjakan dengan upah hasil ghoshob.  6)Air sumur yang berada dipemakaman. 7)Air yang dipanaskan dengan sesuatu hasil ghoshob, Ghoshob = memakai tanpa ijin yang punya.

[2] Setelah ditutup wabah tersebut hilang, maksudnya air yang digunakan pada awalnya adalah kotor dan karena adanya keterpaksaan maka digunakanlah untuk minum,  dan setelah dututup maka air  menjadi lebih bersih dan layak konsumsi.
[3]Malikiyah:*Air suci yang tidak mensucikan hanya satu macam saja,  yaitu air yang bercampur dengan benda suci yang merubah salah satu sifatnya,dan benda tersebut termasuk benda yang bisa merubah sifat air.
*Air musta`mal yang salah satu sifatnya tidak berubah.* Air yang berasal dari tanaman seperti air mawar dll.

[4]Hanafiyah:Sesuatu  yang bercampur dan menyebabkan air tidak bisa dipakai untuk bersuci lagi terbagi menjadi 2 macam,  yaitu yang padat dan cair, jika bercampur benda padat maka dibawah adalah beberapa ketentuannya tentang air tersebut.
·         Pertama: Jika suatu benda asing yang bukan berasal dari aliran atau kolam tersebut bercampur dengan air dan mengubahnya  maka hal ini dapat menjadikan air tidak dapat dipakai bersuci lagi, seperti jika air dimasuki tanah dari luar (sengaja) yang kemudian merubah air tersebut, begitu juga sisa air yang masih tersisa dalam kolam ketika kering yang telah bercampur tanah semua itu membuat air tidak bisa dipakai bersuci lagi , tetapi hanya boleh dipakai untuk adat keperluan sehari-hari saja.
·         Kedua   jika air bercampur dengan sesuatu yang dimasak didalamnya, meskipun berasal dari tanaman air (ganggang dsb), lalu benda tersebut merubah sifat air, maka air tidak bisa dipakai untuk bersuci lagi. Bzisanya hal ini terjadi di daerah yang sulit mendapatkan air.
Dalam hal ini ada beberapa hal yang dikecualikan yaitu, jika air berubah dengan sesuatu yang biasa dipakai sehari-hari seperti sabun dsb.Apabila sabun bercampur dengan air dan merubah salah satu sifatnya maka air masih dalam keadaan suci,terkecuali jika dimasak didalamnya,atau bercampur dengan benda yang bukan berasal dari komunitasa air.Selanjutya jika benda cair bercampur dengan air maka ada3 ketentuan yang berlaku .
1.       Pertama zat cair tersebut serupa dengan air dalam sifat-sifatnya meliputi rasa, warna, dan bau, seperti air mawar yang telah hilang baunya, begitu juga air musta`mal, dalam hal ini hukumnya adalah dilihat secara gholib (sifat yang paling berpengaruh), jika yang di dominasi warna air maka hukumnya adalah air dan bisa dipakai untuk bersuci,  jika terlihat lebih terlihat benda yang mencampurinya maka hukumnya adalah seperti benda tersebut dan tidak bisa dipakai bersuci lagi, seandainya seseorang berwudhu dalam sebuah bak kecil (artinya volume air suci dan musta`mal sama besar),  maka diambil keputusan jika lebih yakin banyak air suci maka hukumnya adalah suci dan begitu juga sebaliknya.   
2.       Kedua jika zat cair tersebut seluruh sifatnya berbeda dengan air seperti cuka, jika demikian jika sifat air lebih di dominasi sifat cuka dalam bau, rasa, maka air tidak bisa dipakai bersuci meski masih bisa dipakai mencuci dll. sedang jika  sifatnya masih didominasi air maka hukumnya masih suci dan mensucikan.
3.       Ketiga jika zat cair tersebut berbeda sebagian sifat dan sama dalam sifat yang lain, contoh seperti susu, hanya berbeda warna dan rasa sedang baunya tidak, jika demikian meskipun hanya menunjukkan satu perubahan saja air tidaklah bisa dipakai bersuci kembali.Hal ini semua jika air dalam volume yang sedikit namun jika volume air banyak maka dianggap tidak masalah.

Malikiyah:
1)Air tidak bisa dipakai bersuci lagi jika bercampur dengan sesuatu yang merubah salah satu sifat air tersebut, hal ini dianggap demikian jika benda yang bercampur itu memenuhi beberapa sarat dibawah ini :
·         Benda tersebut tidak berasal dalam komunitas air, begitu juga dengan benda yang terkadang ada dalam air dan terkadang tidak.
·         Bukan termasuk bagian dari bumi seperti tanah, batu dll.
·         Bukan sesuatu yang biasa dipakai untuk menyamak kulit.
·         Bukan termasuk sesuatu yang sulit dihindarkan dari air, seperti pendapat umum yang mengatakan sabun merubah air, begitu juga air mawar dan juga wewangian, serta ada beberapa contoh lainnya seperti percikan air seni orang yang lewat (hal ini tentu sebenarnya bisa dihindari ), asap dari pembakaran najis walaupun termasuk bagian dari tanah, dedaunan yang  dekat dengan kolam dan busuk  lalu mengalir masuk kedalam kolam (hal ini sebenarnya bisa dijaga dengan cara ditutup), bangkai ikan yang mati ataupun dengan sengaja,  jika semua ini sampai bercampur dengan air dan merubah salah satu sifat air tersebut maka sudah pasti air tersebut suci namun tidak mensucikan.
2)Air berubah dalam wadah penyimpannya,perubahan ini diangap merubah merubah air jika memang memenuhi 2 syarat berikut: 1)Wadah tidak terbuat dari tanah.2) Perubahan terjadi secara signifikan,jika hanya sedikit maka tidak masalah dan masih suci mensucikan.
3)Air yang berubah karena dedaunan,  jika perubahannya meliputi warna dan rasa maka dianggap tidak  mensucikan lagi, jika hanya berubah baunya saja masih dapat dipakai bersuci.  
                                             
Syafi`iyah : Air dihukumi suci namun tidak mensucikan jika tercampur sesuatu dan terjadi perubahan meskipun bercampur dengan sesuatu yang suci,namun dianggap demikian jika memang memenuhi beberapa ketentuan dibawah ini  diantaranya:
1.       Benda yang merubahannya bukan benda komunitas air seperti, tumbuhan air dll, jika termasuk dari komunitas air maka masih dianggap suci.
2.       Perubahannya banyak,jika masih ragu maka dianggap masih suci mensucikan.
3.       Perubahan yang dikarenakan kerikil dan garam dianggap tidak masalah, karena garam dan kerikil termasuk dalam komunitas air,kecuali garam yang berasal dari gunung (bukan dari air laut), jika air dimasuki sesuatu yang bukan dari kedua benda tersebut kemudian berubah maka air tersebut suci namun tidak mensucikan, seperti jika dimasuki ter, za`faron atau korma lalu berubah maka air tersebut suci namun tidak mensucikan .

Hambaliyah:Ada beberapa contoh perubahan air sebagaimana yang tertulis dibawah ini :
a)       Jika air bercampur & berubah disebabkan sesuatu yang sifatnya suci dan mudah untuk menghindarkannya dari air tersebut, hal ini dianggap bisa merubah kesucian air dengan 2 syarat :1) percampurannya merubah sifat air dengan drastis,jika hanya sedikit saja maka dianggap masih tetap dalam kedudukannya yaitu suci dan mensucikan.
b)       Percampurannya tidak terjadisaat air dipakai bersuci, misalnya pada saat seseorang berwudhu kebetulan ditangannya masih ada bekas za`faron kemudian saat dibasuh air bercampur dengan za`faron tersebut, hal ini tidak dipermasalahkan,sedang jika bercampur dengan sesuatu yang sulit dihindarkan seperti ganggang, daun sertayang lain yang memang tidak disengaja dimasukkan maka tidak masalah.

c)       Jika air mutlak bercampur dengan air musta`mal (air yang telah dipakai untuk bersuci) untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan najis dan dipakai pada tempat yang bersih pula maka hukumnya suci tidak mensucikan. Air yang mengalir melalui tangan seseorang yang tidak sedang bersuci bukanlah air musta`mal, begitu juga saat berpisah, air yang tidak berubah serta tidak bercampur dengan kotoran. Air yang volumenya lebih dari 2 kulah (kubus dengan ukuran sisi + 60 cm ), jika air musta`mal bercampur dengan air 2 kulah maka tidak akan menjadi musta`mal lagi, jika setelah dipakai bersuci air berubah banyak (drastis) maka air tidak mensucikan lagi.
d)       Jika air bercampur dengan benda cair suci yang sifatnya mirip dengan air,jika dalam percampurannya sifatnya lebih didominasi benda yang mencampurinya maka air tersebutsuci tidak mensucikan, contoh : bercampur air mawar/ parfum yang aromanya telah hilang.

[5]Malikiyah : Air sedikit tidak akan menjadi musta`mal jika bercampur dengan air musta`mal, meski seseorang berwudhu dan bekas air basuhan masuk kedalam wadah yang berisi air sedikit maka air tersebut masih bisa dipakai untuk berwudhu yang kedua kalinya.

Hanafiyah: Air musta`mal yang bercampur dengan air mutlak dalam jumlah sedikit akan menjadikannya musta`mal pula,  akan tetapi perlu kita ketahui mengenai ukuran air yang terhitung sedikit diantaranya.
·         Air dalam kolam yang bentuknya persegi ukurannya sisinya kurang dari 10 hasta (dhiro`) ,* air dalam kolam melingkar yang pinggirnya ukurannya kurang dari 33 hasta, semuanya itu termasuk air yang masih dalam kategori sedikit.
·         Sedang air yang termasuk banyak adalah air yang melebihi batas tersebut seperti air laut , sumur , sungai dan air pada kolam yang ukurannya melebihi batas yang ditentukan .Kolam tidak harus dalam , tetapi pada saat kita ambil airnya lumpur didasar kolam tidak ikut keruh.

[6]Malikiyah ;Musta`mal tidak menghilangakan kesucian air,dan air musta`mal sah untuk dipakai mandi berwudhu meskipun dalam jumlah yang sedikit,hanya saja jika masih ada air mutlak yang lain makruh untuk memakainya .Air musta`mal  terbagi dalam 2 bagian  ; 1) Air sedikit yg dipakai menghilangkan hadas kecil atau  besar dan juga air yang dipakai menghilangkan najis hukmiyah dan ainiyah ,  2) Air yang dipakai bersuci dengan sesuatu yang harus memakai air yang mensucikan baik yang wajib seperti ;memandikan janazah ,mandinya kafir dhimmi(kafir yang dilindungi) saat berhenti haid supaya boleh berhubungan suami istri atupun yang sunnah , 
sedang memakai bekas airnya hukumnya dianggap makruh jika memenuhi 2 sarat ; 1) Air tersebut mengalir mengenai anggota tubuh saat dibasuhkan kemudian menetes ,sedang jika diapkai untuk menghilangkan najis tidak harus demikian . 2) Air tersebut berpindah dari tempat awalnya mengenai anggota yang dibasuh,jika seseorang mandi dalam suatu tempat dengan cara menyelam maka sesudah itu air tidak akan menjadi musta`mal .

Hanafiyah ; Ketika air telah dipakai untuk bersuci maka meskipun air terrsebut (musta`mal) suci (selama tidak terkena najis) air tidak bisa mensucikan ( tidak bisa dipakai bersuci), meski demikian boleh dipakai dalam hal adat seperti mencuci , mandi  dsb .Selanjutnya air musta`mal dibagi dalam 4 kategori ;
1) Air yang digunakan untuk ibadah Qurbah ( mendekat kepada Allah) seperti sholat, ihrom ,menyentuh Al-Qur`an 2) Air yang dipakai untuk meghilangkan hadas seperti berwudhu dengan sempurna guna menghilangkan hadas kecil.
3) Air yang dipakai untuk menggugurkan fardhu saja,sekalipun belum menggugurkan hadas , misal orang berwudhu yang hanya membasuh wajah saja,maka air yang telah dipakai musta`mal meski wudhunya belum sempurna dan lagi bahwa ia telah menggugurkan kewajiban karena telah membasuh wajah meskipun hadas kecil belum hilang secara keseluruhan .
4) Air yang dipakai untuk tadzkirul ibadah (mengingat ibadah) , seperti wudhunya seorang wanita ketika masih dalam haid dan disunnahkan disetiap waktu sholat ,ini dilakukan semata – mata untuk mengingat waktu ibadah ,sedang selama air tidak menetes dari anggota yang dibasuh bukan termasuk air musta`mal .

Syafi`iyah ; Musta`mal adalah gambaran semua jenis air dalam volume sedikit yang telah dipakai untuk bersuci yang bersifat wajib,baik membersihkan hadas ,najis ,secara hakikiyah (hukum) atau suwariyah (fisik).Dambil kesimpulan bahwa air sedikit adalah yang kurang dari 2 kolah ,jika seseorang berwudhu membasuh wajahnya dengan tangan dari air dalam wadah yang kurang 2 kolah,
kemudian membasuh tangan dengan cara mencelupkan tangannya maka saat itu air menjadi musta`mal, akan tetapi air dikatakan musta`mal jika memang memenuhi beberapa sarat  diantaranya ;
Digunakan untuk thoharoh fardhu ,jika dipakai thoharoh untuk sholat sunnah,menyentuh mushaf ,air tidak akan menjadi musta`mal karena dicelupkan kedalamnya.
1.       Digunakan pada basuhan yang pertamakali karena hal itu yang bersifat wajib,jika basuhan pertama dilakukan diluar wadah lalu memasukkan tangannya kewadah tersebut untuk meneruskan basuhan yang kedua dan ketiga, maka hukum air bukan musta`mal .
2.       Volume air sedikit ,jika banyak maka tidak akan menjadi musta`mal ,jika air musta`mal yang sedikit yang dikumpulkan hingga mencapai 2 kolah maka hukumnya menjadi sediakala yaitu suci mensucikan .
3.       Air sudah berpisah dari anggota yang dibasuh ,jika masih menempel maka belum disebut musta`mal .
4.       Jika seseorang berwudhu atau mandi dari air sedikit lalu berniat untuk menciduk air tersebut dengan tangan  air tidak akan menjadi musta`mal dengan sarat niat mencelupkan dalam wudhunya pada saat setelah membasuh wajah yaitu saat membasuh kedua tangan,jika niatnya disaat berkumur atau menghisap air dari hidung atau membasuh wajah maka tidak boleh, pada saat itu hendaknya hanya berniat menciduk saja,jika tidak berniat demikian maka tidak boleh, seperti membasuh atau mengusap anggota badan dan hal ini menyebabkan air menjadi musta`mal.

Untuk selanjutnya Hakikiyah / Suwariyah hal ini mengandung pengertian bahwa tiada perbedaan antara wudhunya seorang yang sudah mukallaf dan belum mukallaf, seorang mukallaf wudhunya hukumnya adalah hakikiyah(nyata) ,sedang bukan mukallaf hanya suwariyah (bentuk luar) karena pada dasarnya belum berkewajiban untuk mengerjakan kewajiban ibadah ,air bekas dari keduanya adalah musta`mal .
                Atau dipakai menghilangkan najis,maksudnya air yang dipakai membersihkan kotoran hukumnya musta`mal bukan mutanajis , hal ini dibenarkan jika memenuhi beberapa sarat berikut :
1.       Bekasnya masih bersih setelah dipakai membersihkan tidak berubah salah satu sifat – sifatnya
2.       Setelah dipakai ukuran air tidak bertambah, misalkan volume air I liter ,setelah dipakai mencuci jika sisa dalam wadah volumenya melebihi 1liter,maka air menjadi najis,hal ini karena air bercampur dengan kotoran pada baju ,jika setelahnya volume berkurang dan sifat air tidak berubah maka air hukumnya menjadi musta`mal .
3.       Air yang mengalir melewati najis pada saat dipakai bersuci, jika tidak lewat dan tidak bercampur maka bukanlah musta`mal.

Hambaliyah : Musta`mal adalah air sedikit yang dipakai bersuci menghilangkan atau najis, dan pada saat berpisah tidak berubah (sifat kesuciannya)  pada saat basuhan ketujuh (sebelum basuhan ke 7 adalah najis sedang sesudahnya  musta`mal).

[7]Malikiyah ;Air sedikit yang terkena najis tidak menjadi mutanajis terkecuali salah satu sifatnya berubah , hanya saja makruh untuk digunakan .

[8]Hanafiyah ;Jika terkena bangkai binatang yang mempunyai darah yang mengalir jatuh kedalam sumur maka ada beberapa hukum yang berkaitan dengannya .
·         Jika binatang tersebut  bengkak atau busuk dan anggota tubuh sampai terpisah ,seperti rambut yang sudah terlepas maka hukum dari sumur tersebut adalah najis, termasuk timba, tali serta dinding, jika memungkinkan untuk menguras seluruh isi air didalamnya maka bisa dilakukan, karena jika hanya dikuras sebagian saja hukumnya belum dianggap suci,jika tidak memungkinkan untuk dikuras caranya dengan menguras sebanyak 200 timba,  semua itu bisa dilakukan setelah mengeluarkan bangkai dari dalam sumur dan tangan yang dipakai untuk menguras sumur tersb juga najis maka harus dicuci pula .
·         Jika terkena bangkai binatang yang darahnya mengalir akan tetapi hanya timbul bau saja, sedang bangkai tidak sampai busuk dan hancur maka ada beberapa ketentuan ;* Jika bangkainya termasuk berukuran besar seperti manusia , kambing baik kecil dewasa maka hukumnya seperti diatas yaitu mulai dari air ,timba sampai tali dan dinding menjadi najis,sedang untuk membersihkannya sama seperti cara diatas tadi .
*Jika bangkai berukuran kecil seperti burung , tikus, kucing,maka air menjadi najis, dan untuk mensucikannya harus dikuras sebanyak 20 timba air, tidak ada perbedaan antara kecil , besar, manusia , ayam ataupun tikus , adapun selainnya maka besar kecil hukumnya sama saja dalam membersihkannya.
Jika tercebur kedalamnya seekor binatang lalu keluar dalam keadaan masih hidup, dalam hal ini ada 2 macam ketentuan:
1)       Jika binatang tersebut najis ainiyah seperti babi, maka air sumur harus dikuras seluruhnya jika memungkinkan atau dikuras sebanyak 200 timba air,
2)       Jika yang masuk kedalamnya adalah binatang yang tidak najis ainiyah,  seperti kambing dll, jika dibadannya menempel najis mugholladhoh maka air menjadi najis karenanya, jika tidak maka air tidak menjadi najis tetapi hanya disunahkan mengurasnya sebanyak 10 timba supaya hati menjadi tenang tidak merasa ragu.Jika yang masuk kedalamnya adalah binatang yang darahnya tidak mengalir maka hukumnya air tetap suci.

Malikiyah: Air sumur menjadi najis karena kemasukan bangkai dengan beberapa sarat.
1.       Binatang yang masuk termasuk binatang darat, jika yang masuk adalah binatang jenis binatang air tidak akan menajiskan air tersebut,
2.       Binatang tersebut mempunyai darah yang mengalir, maka bangkai belalang dsb tidak menajiskan air sumur.

Syafi`iyah : Sumur disini terbagi menjadi 2 bagian pertama sumur yang berair sedikit, kedua sumur yang airnya banyak, Jika airnya sedikit lalu kemasukan bangkai yang darahnya mengalir maka bisa menjadikan air menjadi najis dengan 2 sarat.
1.       Najis yang mengenai air bukan jenis ma`fu.
2.       Najis  tersebut dimasukkan seseorang, jika terbawa angin , jatuh dengan sendirinya, dan juga najis yang terkena adalah jenis ma`fu maka tidak mengapa. Tapi jika sengaja dimasukkan maka air menjadi najis meski binatang yang dimasukkan darahnya bukan termasuk yang mengalir, jika air lebih dari 2 kulah dan tidak berubah maka tidak najis.
3.       Bangkai tersebut sampai merubah sifat  air, jika berubah maka air akan menjadi najis juga. Sebagaimana hukum air sumur tersebut juga berlaku pada air kolam kecil yang tidakmengalir.

Hambaliyah: Dalam madzhab ini sama seperti Madzhab Malikiyah hanya saja air tersebut menjadi najis karena2 syarat:
1.       Najis yang terkena bukan jenis ma`fu
2.       Dimasukkan seseorang (sengaja) bukan masuk sendiri

[9]Hanafiyah: Air suci (suci tidak mensucikan) boleh dipakai untuk menghilangkann najis, maka seseorang boleh mencuci baju dari najis yang  mengenainya, bukan hanya itu saja bahkan semua cairan yang suci bisa dipakai untuk membersihkan seperti air mawar, tetapi makruh jika tidak dalam kedaaan darurat karena dianggap menyia-nyiakan air, membersihkan baju memakai air mawar juga makruh, kecuali hanya bermaksud supaya baunya wangi maka tidak masalah.

[10]Hanafiyah :Hal yang mutanajis, terkadang berbentuk cair kadang juga benda padat, air mutanajis tidak boleh dipakai dan digunakan kecuali dalam 2 hal ; Pertama meminyaki dengan khomr untuk plester tanah, begitu pada dempul, begitu juga ketika berupa minyak atau lemak (untuk dempul). Kedua memberi minum binatang selama tidak berubah salah satu sifat air baik warna, rasa atau baunya.

Sedang untuk benda najis yang bentuknya padat maka haram untuk dimanfaatkan, seperti babi, bangkai, binatang yang mati dicekik dan dipukul. Begitu juga diharamkan menggunakan kulitnya sebelum disamak kecuali kulit babi yang memang sama sekali tidak boleh, adapun yang lain seperti mentega yang mutanajis boleh digunakan selain untuk dimakan, seperti minyak penerangan asal tidak di masjid.

Dikecualikan lemak dari bangkai (najis) yang sama sekali tidak boleh dipakai, berbeda dari lemak binatang suci yang mutanajis setelah disucikan boleh dipakai, sedang kotoran yang telah kering boleh dijadikan pupuk, serta boleh menjual anjing untuk berburu dan penjaga.

Malikiyah :Haram memakai air mutanajis untuk minum dsb, sedang untuk yang lain boleh. Haram memakai benda mutanajis sebagai bahan membangun masjid, begitu juga yang lain seperti zaitun, madu, lemak dan cuka yang terkena najis (mutanajis) karena dalam madzhab ini mutanajis tidak bisa dusucikan. Sedangkan untuk khomr secara mutlak tidak boleh dipakai sepertihalnya najis dalam bentuk padat seperti babi, anjing dll. Tidak diperbolehkan jual beli anjing karena Nabi melarangnya, sebagian ulama`nya memperbolehkan untuk berburu.

Syafiiyah;Mutanajis dalam bentuk cair tidak boleh digunakan kecuali dalam 2 hal, yaitu mematikan api dan memberi minum ternak dan menyiram tanaman, termasuk didalamnya khomr, darah yang masih cair, adapun najis yang berebentuk beku/keras seperti kotoran yang tidak boleh dijualbelikan. Jika bercampur dengan hal suci dan susah dipisah maka boleh dimanfaatkan. Boleh mengaduk kapur dengan air mutanajis, begitu juga boleh meletakkan kotoran  sebagi pupuk kandang, dan membuat peralatan yang dibakar dengan api najis.

Syafiiyah ;Mutanajis dalam bentuk cair tidak boleh digunakan kecuali dalam 2 hal, yaitu mematikan api dan memberi minum ternak dan menyiram tanaman, termasuk didalamnya khomr, darah yang masih cair, adapun najis yang berebentuk beku/keras seperti kotoran yang tidak boleh dijualbelikan. Jika bercampur dengan hal suci dan susah dipisah maka boleh dimanfaatkan. Boleh mengaduk kapur dengan air mutanajis, begitu juga boleh meletakkan kotoran  sebagi pupuk kandang, dan membuat peralatan yang dibakar dengan api najis.

Hambaliyah: Tidak boleh mamakai air mutanajis kecuali hanya untuk membasahi tanah, kapur dan semisalnya, asalkan tidak dijadikan bangunan masjid atau musholla, juga tidak boleh memakai najis cair dan padat seperti babi, adapun kotoran merpati, ternak, boleh untuk pupuk dan diperdagangkan, tidak boleh memakai bangkai dan lemaknya, sedang lemak binatang suci yang terkena najis boleh namun bukan untuk dimakan dan bukan untuk penerangan masjid.

2 comments:

  1. Hukum sumur kemasukan bangkai anjing, apakah kita yg sudah terlanjur menggunakan air tersebut di bersihkan dengan 1 air tanah dan 6 air biasa??

    ReplyDelete