BAB 3
(الْوُضُوْء)
WUDHU
Berkaitan dengan wudhu ada beberapa
hal yang dibahas dibawah ini, termasuk pengertian, hukum, sarat, fardhu, sunah,
makruh, batal dll.
A.
PENGERTIAN WUDHU
Secara bahasa artinya indah, bersih. Sedang secara syar`i artinya suatu cara
bersuci tertentumenggunakan air pada anggota tertentu (anggota yang wajib
dibasuh saat berwudhu) dengan cara tertentu.
B. HUKUM BERWUDHU
Maksudnya adalah hal yang berkaitan dengan wudhu,
syara (syariat Islam) menetapkan bahwa wudhu menghilangkan hadas yang dengannya
dapat dikerjakan sholat yang bersifat
Fardhu, sunah, sujud tilawah, sukur dan towaf berdasarkan hadis Nabi ; “ Thowaf
disekiling ka`bah seperti sholat, hanya saja kalian boleh berbicara, namun
janganlah kalian berbicara melainkan
dengan ucapan yang baik ”H.R.Tirmidzi,Hakim dengan sanad hasan.[1] Sebagaimana
wajib ketika sholat maka berwudhu
juga wajib saat menyentuh mushaf.[2]
C. SYARAT WUDHU
Syarat wudhu terbagi menjadi 3
macam yaitu sarat wajib, syarat sah dan sarat wajibsah. Syarat wajib adalah syarat yang harus wajib dipenuhi jika tidak maka dia tidak
wajib berwudhu. Syarat sah adalah jika tidak dipenuhi maka
wudhunya tidak sah, dan sarat wajib sah adalah syarat yang
jika tidak dipenuhi maka tidak wajib dan tidak sah wudhu seseorang.
a. Syarat wajib
wudhu : 1)Baligh (dianggap dewasa) anak kecil belum wajib wudhu meski sah. 2) Masuk waktu sholat untuk sholat
fardhu karena saat orang mendengar adzan dia wajib sholat dan sebelum sholat wajib berwudhu, hal ini tidak
berhubungan dengan syarat sah wudhu jadi orang yang hendak berwudhu untuk
sholat sunah sah-sah saja. Orang yang wudhunya tidak batal sepanjang hari tidak
wajib wudhu lagi saat sholat berikutnya, sama dengan orang yang sakit/
udzur tidak wajib berwudhu karena boleh
bertayamum.[3]
b. Syarat sah
wudhu : 1)Airnya harus suci.2)Tamyiz (bisa
membedakan yang baik dan buruk) karena hal ini ada yang berpendapat bahwa anak
yang belum tamyiz tidak boleh menyentuh mushaf tanpa wudhu.3)Tidak ada hal yang menghalangi kulit dari air, seperti
kotoran mata, minyak dll. 4)Tidak terdapat hal
yang membatalkan wudhu, jika ditengah
wudhu tiba-tiba batal maka harus mengulangi kembali dari awal.
c. Syarat wajib
dan sah : 1)Berakal
sehat (tidak gila, autis dll). 2)Suci dari nifas dan haid bagi perempuan, meski
disunahkan wudhu setiap waktu sholat dan duduk di tempat sholat semata-mata
hanya untuk mengingatkan saja. 3)
Dalam keadaan sadar,bukan dalam keadaan mabuk, mengigau dsb.4)Islam.
5)Sampainya dakwah Nabi kepadanya, maksudnya dia harus tau bahwa Nabi Muhammad
terutus sebagia Nabi dan mewajibkan sholat dengan melakukan wudu sebelumnya,
jika tidak maka wudhunya tidak wajib dan tidak sah.[4]
D.
FARDHU WUDHU
Fardhu secara etimologi artinya pasti /harus,
dalam istilah fiqih diartikan hal yang mendapat pahala saat dilakukan dan
berdosa saat ditinggalkan.
Berdasarkan sumber dalam al-Qur`an al-Maidah 46
ada 4 macam : 1)Membasuh muka 2) Membasuh kedua tangan.3)Mengusap sebagian
rambut kepala.4)Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.[5]
E.
SUNNAH WUDHU
Dalam pandangan madzhab masing –masing mempunyai
pandangan yang berbeda antara sunnah, atsar, mandub serta fadhilah.
Sebagian besar mengartikannya
sebagai sesuatu yang jika dilakukan berpahala dan tidak berdosa jika ditinggal,
ada juga yang mengartikannya sebagai hal yang berbeda.[6]
F.
BEBERAPA MACAM SUNNAH, MANNDUB, DAN MUSTAHAB
Masing – masing berbeda menurut pandangan
sendiri – sendiri.[7]
G. MAKRUH WUDHU
Diantara makruh wudhu
adalah berlebihan dalam menggunakan air jika airnya mubah / kepunyaan sendiri,
namun jika air yang digunakan untuk umum hukumnya haram.[8]
H.
HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU
Hal yang membatalkan wudhu yang
pertama adalah segala sesuatu yang keluar dari dua jalan kubul dan dubur,
hilang kesadaran, kemudian menyentuh perempuan yang berpotensi syahwat termasuk pemuda, menyentuh kemaluan tanpa
pembatas dan sesuatu yang keluar dari tubuh bukan dari jalan kubul
/dubur(terdapat perbedaan pendapat).[9]
1- Sesuatu yang keluar dari
kedua jalan tubuh secara wajar, diantaranya ada yang mewajibkan wudhu saja, dan mewajibkan mandi
saja. Yang mewajibkan wudhu saja adalah buang air kecil, madzi (cairan kuning
pudar biasa keluar saat merasa nikmat), wadi (cairan putih keruh biasa keluar
setelah buang air kecil), ada juga seperti wadi namanya hadi
(cairan putih yang keluar sebelum
melahirkan), dan sperma yang keluar sendiri tanpa ada rasa. Selanjutnya yang
keluar dari dubur seperti B.A.Bdan angin.
2- Sesuatu yang keluar dari
lubang tubuh namun tidak wajar, misalkan seperti kerikil, ulat, nanah, semua
ini membatalkan wudhu seseorang.[10]
Adapun hal
yang membatalkan wudhu namun bukan karena keluar sesuatu adalah berikut :
1-
Hilang kesadaran, baik dikarenakan gila, epilepsi/ayan,
pingsan, juga karena faktor dari dari luar seperti mabuk, ganja, bius, &
tidur, hal ini membatalkan wudhu bukan karena sendirinya tapi karena faktor
luar.[11]
2-
Hal
kedua yang membatalkan wudhu tanpa harus keluar sesuatu adalah bersentuhan
kulit baik wanita/ pemuda, fuqoha sepakat bahwa arti bersentuhan لَمِسَ
bisa dengan tangan & juga anggota tubuh lain,
sedang memegang (مَسّ) hanya dengan tangan saja, namun dari keduanya
mempunyai ketetapan bahwa bersentuhan dengan orang lain & menimbulkan syahwat
membatalkan wudhu dengan sarat yang berbeda dalam pandangan ulama.[12]
Syafiiyah &
Hambaliyahyang berpendapat kata (مَسَّ)&(لَمِسَ) mempunyai arti serta
hukum yang sama, hal ini berbeda dengan Malikiyah & Hanafiyah.
3-
Selanjutnya
yang membatalkan wudhu adalah memegang kemaluan, menurut dalam pandangan
madzhab yang berbeda, dalam hal ini ada yang dengan tangan sendiri & oleh
orang lain, jika tangannya menyentuh orang lain(لاَمِسٌ)
maka hukumnya adalah seperti yang lewat, jika menyentuh diri sendiri maka yang
secara umum bahwa menyentuh diri sendiri tidak menyebabkan sahwat, namun
demikian dalam beberapa hadis dikatakan batal &beberapa pendapat
muta`ahkhirin ada yang bependapat tidak batal.
Karena itulah
Fuqoha berbeda pendapat mengenai hal tersebut, adapun yang berpendapat bahwa menyentuh
kemaluan sendiri tidak batal adalah berdasar hadis yang diriwayatkan para
Ashabus Sunanأَنَّ النََبِيَّ سُئِلَ عَنْ
رَجُلٍ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ ,فَقَالَ : هَلْ هُوَإِلَّابِضْعَةُ
مِنْكَ" رواه ابنحبان, الترميذ,
Sedangkan yang berpendapat batal mengambil dalil hadis
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّـأُ
رَوَاهُ أَبُوْ دَوُوْدُوَالتِّرْمِيْذِيْ وَغَيْرُهُ
Meski demikian 3
imam madzhab sepakat menyentuh kemaluan membuat wudhu batal kecuali madzhab Hanafi.[13]
4-Termasuk
suatuyang membatalkan wudhu adalah najis yang keluar
dari tubuh bukan dari 2 lubang yang juga
membuat wudhu menjadi batal, seperti nanah dari bisul juga darah bekas luka
menurut pandangan sebagian madzhab.
5 - Murtad, yang dimaksud dengan murtad bukan hanya murtad secara pasti
namun juga murtad secara sifat, jika seseorang marah lalu mengucapkan perkataan
kufur atau mencela agama lalu dia menyesal setelah itu maka dia termasuk murtad
secara sifat, jika dia berwudhu maka di anggap batal[14].
Wudhu tidak batal karena tertawa terbahak - bahak saat
sholat, juga tidak batal karena memakan daging onta dan anak onta, juga tidak
batal karena memandikan mayat[15].Termasuk
yang tidak membatalkan wudhu adanya keraguan apakah berhadas atau tidak[16].
Dalam hal ini ada 2 ketentuan pertama
: Seorang berwudhu dengan yakin lantas dia ragu apakah berhadas atau tidak
setelahnya, semacam ini tidak membatalkan wudhu karena munculnya keraguan
setelah adanya keyakinan dengan pedoman pada ushul fiqh “اليقين لايزال بالشك “.Kedua : Seorang
berwudhu secara yakin & yakin berhadas, namun ragu apakah telah bersuci
lagi sesudah atau sebelum hadas, jika
keraguannya tentang telah bersuci jatuh sebelum hadas maka wudhunya jelas
batal, namun jika ragu setelah hadas maka wudhunya tidak batal, dalam hal ini
ada 2 ketentuan :1)Dia ingat antara wudhu & hadasnya namun tidak
tahu yang lebih dahulu, jika hadas dulu maka wudhunya masih (belum batal)
karena mungkin setelahnya dia berwudhu, begitu juga dengan seorang yang wudhu
setelah sholat dhuhur lantas yakin dia berhadas namun ragu apakah hadasnya
membatalkan tidak, jika begini maka wudhunya masih tetap, namun jika ragu sudah wudhu atau belum maka
wudhunya batal.
Dalam kasus ini sebaiknya
memperhatikan keadaan sebelum dhuhur, bila merasa hadas sebelum dhuhur maka dianggap
suci karena mungkin telah berwudhu & masih tetap setelah dhuhur. 2)
Bila dia yakin telah wudhu sebelum dhuhur & berwudhu setelah dhuhur lalu
berhadas, maka jika biasanya dia rajin berwudhu[17]maka wudhunya tidak batal, jika diajarang berwudhu
dia harus wudhu lagi untuk menghilangkan keragu – raguannya.
[2]Malikiyah: Diperbolehkan menyentuh mushaf sebagian atau
seluruhnya tanpa wudhu dengan beberapa ketentuan diantaranya:1) Tertulis dengan
huruf ajam (bukan huruf Arab). 2) Jika tertulis pada dirham (uang) dan
semisalnya yang dipakai dalam keseharian dan tidak bisa dihindari.3)Saat dibawa
karena manjaganya, hal ini diperbolehkan dengan 2 sarat yaitu dibawa seorang
Muslim dan dibalut dengan kain dsb sehingga tidak tersentuh dengan kotoran
(bisa bermakna kulit). 4)Dibawa karena untuk dipelajari, baik mukallaf(dewasa)
atau bukan, bahkan perempuan yang sedang haid sekalipun, selain sebab diatas
maka tidak diperbolehkan dengan alasan apapun.
Sedangkan membaca tanpa mushaf (hafalan) diperbolehkan tanpa wudhu namun
afdholnya harus berwudhu.
Hambaliyah: Boleh menyentuh mushaf tanpa wudhu ketika tidak
menempel langsung dengan kulit/tubuh,saat dibawa didalam tas, kain, kotak
disengaja ataupun tidak, atau juga karena menjaganya. Sementara anak yang belum
baligh tidak harus berwudhu, namun wajib bagi orang tua untuk memerintahkannya
berwudhu saat menyentuh mushaf.
Hanafiyah : Boleh tanpa
wudhu saat menyentuh mushaf dalam beberapa hal : 1)Saat darurat. 2) Tidak
bersentuhan dengan kulit (terbungkus dengan kain, kotak dll).3) Oleh anak kecil saat belajar.4)Seorang
Muslim, maka tidak halal bagi Muslim membiarkan mushaf disentuh oleh non muslim
jika dia disitu. Sedangkan hafalan boleh
tanpa wudhu, untuk yang junub dan haid haram
membaca al-Qur`an, tetapi sunah bagi yang hendak membaca al-Qur`an untuk
berwudhu serta makruh menyentuh tafsir tanpa wudhu, untuk kitab lain seperti
fiqih tidak (boleh tanpa wudhu).
Syafiiyah:Boleh menyentuh mushaf tanpa wudhu baik,
sebagian/seluruhnya dalam beberapa hal : 1) Karena menjaga. 2) Tertulis pada
koin/uang. 3) Tertulis pada buku / kitab - kitab pengetahuan, untuk tafsir jika
lebih banyak tafsirnya maka boleh tanpa wudhu jika banyak ayatnya harus wudhu
dulu. 4) Tertulis pada baju semisal pada kiswah ka`bah. 5) Saat dipelajari,
boleh bagi orang tua saat membawakan anaknya, selain dari sarat tersebut tidak
boleh menyentuh al-Qur`an tanpa wudhu meskipun satu kalimat dan terhalang oleh
sampul, jika mushaf di masukkan kedalam kotak kecil/ meja seorang tidak boleh
menyentuhnya selama masih ada di dalamnya,begitu juga dengan papan tulis yang
tertulis ayat sebelum dihapus.
Diperbolehkan menulis ayat tanpa berwudhu, jika ayat
tertulis pada perabot atau baju maka juga tidak boleh menyentuhnya tanpa wudhu
kecuali hanya berniat membawa barangnya saja bukan membawa mushaf/ayat.
Hanafiyah: Sah berwudhu sebelum waktu karena udzur. Ketika
seorang berwudhu mendekati waktu dhuhur lalu masuk waktu, wudhunya tidak batal,
kemudian jika sampai memasuki waktu ashar maka dia harus wudhu lagi karena
dianggap batal sebab habisnya waktu dhuhur.
Hanafiyah :al-Mu`tauh (orang yang pembicaraan berbeda dengan
perbuatan/ orang yang terganggu jiwanya namun tidak membahayakan orang lain dan
terkadang mengerti perkataan orang lain) sah melaksanakan ibadah meski tidak
wajib.
_________________________
Malikiyah : Islam termasuk sarat sah saja sehingga orang kafir
wajib beribadah meski tidak sah sebelum masuk Islam dan disiksa karena
meninggalkannya.
Hanafiyah : Islam termasuk sarat wajib, sehingga berlawanan
dengan pendapat imam Malik, orang kafir
tidak wajib ibadah karena niatnya tidak sah karena sarat niat harus Muslim.
____________________
Hanafiyah : Sampainya dakwah bukan sarat sah wudhu sehingga
tetap sah berwudhu tanpa ada dakwah dari Nabi, hal ini hanya termasuk sarat
wajib saja seperti Islam, yang mengatakan bahwa Islam adalah sarat wajib dan
sah wudhu adalah madzhab Syafii dan Hambali.
Syafiiyah :Menambahkan dalam sarat sah wudhu 1)Mengetahui cara
berwudhu. 2) Bisa memebedakan antara yang wajib dan yang sunnah. 3) Berniat
dalam hati diawal wudhu sampai selesai (mulai dari membasuh muka sampai kaki).
Hambaliyah : Sarat sah sah wudhu ada 3 macam. 1)Air yang dipakai
mubah, bukan air ghoshob / curian. 2)Harus berniat .3)Harus istinjak (bersuci
setelah buang hajat /buang air kecil) terlebih dahulu jika memang belum
dilakukan.
[5]Hanafiyah: Fardhu wudhu ada empat macam : 1)Membasuh muka dan
yang berkaitan dengannya seperti batas lebar dan tingginya, kumis, jenggot,
alis, kedua mata luar dalam, lubang hidung, rambut yang tumbuh.2)Membasuh kedua
tangan sampai siku termasuk jari tambahan (jika ada). 3)Membasuh kedua
kaki hingga mata kaki. 4)Mengusap seperempat rambut kepala.
Malikiyah : Fardhu wudhu ada tujuh : 1)Niat yaitu menghendaki
sesuatu, dengan caranya bernikat
menghilangkan hadas kecil, mengerjakan fardhu wudhu dsb, tempatnya dalam
hati, dibaca pada awal wudhu bukan ditengah-tengah. Selain itu berkaitan juga
dengan sarat niat diantaranya Islam, tamyiz, berkeinginan, sedangkan hal yang
membatalkan niat adalah memutuskan berhenti mengerjakan wudhu ditengah-
tengahnya.2) Membasuh wajah sampai batas maksimal antara panjang dan lebarnya.
3)Membasuh kedua tangan sampai siku. 4) Mengusap seluruh rambut kepala
5)Membasuh kedua kaki sampai mata kaki. 6) Beriringan (tidak ditunda-tunda). 7)
Menggosok dengan tangan ketika membasuh anggota wudhu.
Syafiiyah :Fardhu wudhu ada enam.1)Niat.2)Membasuh
wajah.3)Membasuh kedua tangan hingga siku 4)Mengusap sebagian kepala.5)
Membasuh kedua kaki hingga mata kaki.6) Tartib/berurutan.
Hambaliyah : Fardhu wudhu ada enam :1)Membasuh wajah
termasuk berkumur dan istinsyak hidung (menyedot air ke hidung lalu
menyemprotkannya), mengenai niat dalam madzhab ini hanya termasuk sarat sah
saja bukan fardhu, meskipun imam Hanafi menganggap sunnah sedang Maliki dan
Syafii menganggap fardhu. 2) Membasuh kedua tangan sampai siku.3) Mengusap
seluruh rambut kepala termasuk kedua telinga. 4) Membasuh kedua kaki hingga
mata kaki. 5) Tertib/berurutan. 6) Beriringan (bersegera tidak ditunda-tunda
dengan jeda).
[6]Syafiiyah : Sunnah, mandub, mustahab, tathowwu maknanya sama.
Hanya sunnah terbagi dua ainiyah(perorangan mendapatkan kesempatan) dan kifayah
(seperti fardhu kifayah bersifat perwakilan contoh dalam jamuan makan seorang
sunnah membaca bismillah dan yang lain gugur dan dia sendiri yang mendapat
pahala tidak yang lain.
Malikiyah : Sunnah adalah hal yang sangat dianjurkan sara`
seperti bejamaah sholat, sedang Mandub adalah bersifat fadhilah seperti sholat
sunnah 4 rokaat sebelum dan selainnya.
Hanafiyah : Sunnah terbagi dua macam Muakad dan Ghoiru
Muakad, sunnah muakad sama dengan wajib
dan berkedudukan dibawah fardhu, seperti witir, jika ditinggal berdosa meski
tidak sampai kafir sebagaimana meninggalkan sholat fardhu dan hanya haram
menerima syafaat Nabi. Sedang ghoiru
muakad disebut juga mandub /mustahab berpahala saat dikerjakan dan tidak
berdosa saat ditinggal.
Hambaliyah :Sunnah, mandub, mustahabbermakna sama seperti dalam
madzhab Syafii.
[7]Hanafiyah : Sunnah – sunnah wudhu
diantaranya ada yang muakad jika ditinggal berdosa dan berpahala jika
dikerjakan diantaranya 1) Membaca Bismillah saat berwudhu, jika lupa baca
diawal, bisa dibaca saat ingat. Bahkan
disaat mau istinjak dan sesudahnya asal tidak dibaca saat membuka aurat dan
tidak pada tempat najis. Diantara yang diriwayatkan sebagai berikut, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الْعَظِيْمِ وَالْحَمْدُلِلهِ عَلَى دِ يْنِ الْاِسْلَامِ atau boleh juga membaca diawal wudhu لااله الاالله \الحمدلله\اشهدان لااله
الاالله\ . 2)Mencuci kedua tangan sampai pergelangannya (sebagian ulama
Hanafi mewajibkannya sebelum memasukkannya kedalam air). 3)Berkumur dan
istinsyakbagi yang tidak berpuasa karena makruh, istinsak yaitu memasukkan air
dengan tangan kanan kehidung lalu disedot sampai pangkal hidung selanjutnya di
keluarkan (di semprotkan) melalui tangan kiri. 4)Mencuci sela - sela jari
tangan dan kaki dengan jari kelingking tangan kiri, pada kaki dimulai
kelingking jari kaki kanan sampai kelingking kiri. 5) Membasuh dengan tiga kali
basuhan. 6) Niat. 7) Beriringan / bersegera dengan tidak menunda – nunda. 8)
Mengambil air dengan tangan kanan dan bersuci dengan bagian kanan terlebih
dahulu. 9) Memulai basuhan tangan dan kaki diujung jari. 10) Mendahulukan
bagian depan saat mengusap rambut kepala.11) Mubalaghoh (maksimal) saat
berkumur dan istinsyak.12) Meletakkan air dalam hidung dan mengisapnya dengan
nafas sehingga mengalir dengan sendirinya ke pangkal hidung. 13) Tidak
berlebihan memakai air. 14) Mengulangi membasuh tangan sampai siku, karena yang
pertama wajib lalu yang kedua dan ketiga sunah.
Malikiyah: Yang termasuk sunnah muakad wudhu diantaranya
1)Mencuci tangan sampai pergelangan tangan. 2) Berkumur. 3) Istinsyak. 4)
Istintsar (menyemprotkan air dari hidung). 5) Mengusap kedua telinga luar
dalam. 6) mengambil air baru saat mengusap kedua telinga (bukan air yang
mengalir bekas dari kepala). 7)Tertib. 8) Mengusap rambut jika tangannya masih
basah setelah membasuh basuhan yang pertama. 9)Memutar – mutar cincin supaya
air dapat masuk (kusus lelaki karena perempuan tidak di anjurkan).
Hanafiyah : Mengerakkan cincin yang agak longgar saat dibasuh
air wudhu mandub bukan sunnah, namun jika sempit menjadi wajib untuk digerakkan
bagi lelaki dan perempuan.
Syafiiyah : Sunnah, mandub, mustahab bermakna satu. Diantara
sunnah wudhu. 1)Membaca ta`awudz. 2) Bismillah diawal jika lupa boleh ditengah.
3) Melafalkan niat. 4) Mencuci kedua telapak tangan sampai pergelangan. 5)
Mendahulukan mencuci tangan sebelun berkumur. 6) Berkumur. 7) Istinsyak. 8)
Menghadap kiblat saat wudhu 9) Meletakkan wadah yang terbuka dikanan dan
meletakkan diarah kiri (jika memakai wadah saat wudhu). 10) Membaca do`a yang
sudah biasa,
cuci tangan اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا,,,,,,,,
saat berkumur اللّهمَ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ,,,,
istinsyak اللّهمّ آرِحْنِيْ رَائِحَةَ
الْجَنَّةِ,,,,,,
membasuh wajah ,,,,,,اللَّهُمَّ
بَيِّضْ وَجْهِِيْ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدَّ وُجُوْهٌ
membasuh tangan اللَّهُمَّاَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ
,وَحَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا,,,,
mengusap kepala اللهم حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى
النَّارِ,,,,,,
mengusap telinga الّلهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ الَّذِيْنَ
يَسْتَمِعُوَنَ الَقَوْلَ فَيَتْبِِعُوْنَ اَحْسَنَهُ,,,,,
membasuh kaki ,,,,,,اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ يَوْمَ
عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تُزِلُّ فِيْهِ الْاَقْدَامُ
Sedang sunnah yang lain : Mendahulukan
membasuh bagian yang ujung ketika berwudhu di kolam, namun jika dengan
dikucurkan dimulai dari siku pada tangan dan mata kaki pada kaki, membasuh muka
dengan air pada telapak tangan yang dirapatkan bersama-sama, menyela-nyelai
jenggot, mengusap sorban kepala,
mengusap telinga luar dalam, menggosok
bagian tubuh dengan tangan saat dibasuh, mendahulukan yang kanan, mengulang 3
kali dalam dalam setiap fardhunya, bersegera, diam ketika tidak berdzikir saat
wudhu, tidak meminta orang lain mengucurkan air kecuali terpaksa, meminum
sedikit air wudhu, melebihi batas basuhan saat membasuh, memutar cincin ketika
longgar dan menjadi wajib jika agak sesak.
Hambaliyah:Sunnah wudhu 1) Menghadap kiblat. 2) Siwak saat
berkumur.3)Mencuci telapak tangan 3 kali.4) Mendahulukan istinsyak dan berkumur
dari membasuh wajah.5) Menyempurkannya (istinsyak & kumur) bagi yang tidak
berpuasa.6)Menggosok seluruh anggota saat dibasuh.7) Meratakan air pada basuhan
wajah termasuk rambut dan apapun yang tumbuh diwajah.8) Menyela- nyelai
jenggot.9) Menyelai jari tangan dan kaki.10)Memakai air baru saat mengusap
telinga.11) Mendahulukan bagian kanan.12)Melebihi batas basuhan, pada tangan
melewati siku, dan melewati mata kaki apda kaki(tidak hanya pas pada garis).13)
Membasuh kedua kali dan tiga kali.14) Setelah selesai hendaknya berdoaاَللَّهُمََّ اجْعَلْنِيْ مِنَ
التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ
عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
[8]Hanafiyah : Makruh wudhu terbagi menjadi dua macam yaitu makruh
tanzih(makruh ringan) dan makruh tahrim (makruh mendekati haram). Kedudukan
makruh tahrim mendekati haram seperti meninggalkan hal yang wajib, dimana
wajib (sunah muakad dalam madzhab lain) kedudukannya dibawah fardhu. Adapun makruh tanzih adalah makruh
yang tidak berdosa jika dikerjakan namun
sedikit berpahala jika ditinggalkan,
jadi makruh tahrim wudhu adalah meninggalkan sunah muakad wuduh, sedang
makruh tanzih adalah meninggalkan sunah, mandub atau mustahab wudhu. Diantara
makruh tanzih adalah 1) Melemparkan air kewajah saat membasuhnya. 2)
Berkumur dan istinsyak dengan tangan kiri. 3) Mengusap rambut dan telinga tiga
kali setiap kalinya memakai air yang
baru. 4) Karena yang dianjurkan adalah mengusap kepala dengan air baru dan
tangannya yang masih basah tersebut diusapkan kelinga. 4) Mengambil wadah /
tempat kusus untuk berwudhu sedang orang lain tidak diperbolehkan di tempat
tersebut. 5) Berwudhu pada tempat yang mutanajis.
Malikiyah : Makruh wudhu diantaranya adalah meninggalkan sunah
wudhu seperti pembahasan diawal, namun sunah juga terbagi menjadi muakad dan
ghoiru muakad, meski demikian makruh hanya satu macam yaitu makruh makruh
tanzih saja. Diantara makruhnya wudhu yaitu berlebihan dalam memakai air wudhu,
mengusap lutut dan leher, berwudhu ditempat yang mutanajis, berbicara saat
berwudhu (berdzikir).
Syafiiyah : Secara garis besar makruh wudhu adalah meninggalkan
sunah muakad, sedang meninggalkan ghoiru muakad tidak makruh. Makruh dalam
wudhu antara lain berlebihan memakai air, berbicara saat berwudhu, berkumur dan
istinsyak bagi yang berpuasa disiang hari, berwudhu ditempat mutanajis, sedang
mengusap lutut dan leher tidak makruh namun sunah, terakhir membasuh lebih dari
tiga kali, dan jika keadaan sedang kering justeru makruh membasuh lebih dari
satu kali.
Hambaliyah : Makruh adalah meninggalkan sunah muakad seperti
witir, tarawih dsb, namun makruh wudhu adalah hilaf aula yaitu seperti
berlebihan dengan air, berwudhu ditempat najis, mengusap lutut, berkumur
maksimal bagi yang berpuasa dan berbicara saat berwudhu.
[9]Malikiyah : Sperma yang keluar sendiri tanpa adanya rasa tidak mewajibkan mandi, tetapi hanya wajib berwudhu saja, hal ini serupa dengan madzi dan wadi.
[11]Malikiyah : Tidak membatalkan wudhu kecuali hal yang keluar dari
tubuh secara wajar dalam keadaan sehat, maka dari itu ulatatau kerikil yang
keluar dari tubuh tidak membatalkan wudhu seseorang dengan sarat tercipta dalam
tubuh. Jika ditelan pada awalnya maka wudhunya juga batal (karena berasal dari
luar tubuh).
Hambaliyah : Tidur membatalkan wudhu dengan sendirinya bukan
faktor luar, meskipun saat tidur posisi telah rapat & angin tidak mungkin
keluar.
Hanafiyah : Tidur tidak membatalkan wudhu secara spontan, berbeda
dengan Syafi`iyah & Hambaliyah, namun tidur dianggap hanya membatalkan
wudhu jika dalam 3 keadaan : 1) Tidur dalam keadaan terlentang 2) Tidur
dengan keadaan bersandar pada leher belakang. 3) Tidur dengan berpijak
pada salah satu paha. Karena disaat seperti ini dia tidak bisa menopang diri
sendiri & renggangnya sendi – sendinya. Adapun orang yang tidur dalam
keadaan duduk & duduknya tetap diatas pijakannya maka baginya dianggap
tidak punya wudhu (batal), jika seseorang tidur dengan bersandar sebuah bantal
& saat diambil bantalnya dia tersungkur maka batal wudhunya, jika tidak
tersungkur & duduknya tidak bergeser
maka wudhunya tidak batal, dari hal juga dianggap tidak batal seseorang
yang tertidur sempurna saat berdiri, ruku`/ sujud, karena saat ini dia
menyangga dirinya sendiri. Sedangkan bagi yang tidur ringan meski berbaring
miring (masih dapat mendengar suara orang) wudhunya tidak batal berdasar hadis
Nabi “ Sesunguhnya wudhu tidak wajib kecuali bagi yang tidur
berbaringkarena saat itu sendinya renggang” H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad,
dll
Hanafiyah membagi tidur berbaring dalam 2 hal, pertama
tidur dengan leher terlentang & tidur bersandar pada salah satu paha,
karena faktor yang menyebabkan batal adalah renggangnya sendi tubuh. Tidurnya
orang yang udzur syar`i tidak batal
(seperti beser) karena suatu yang keluar saat udzur tidak membatalkan pada saat tertidur.
Syafiiyah :Tidur dapat membatalkan wudhu jika tidak merapatkan
posisi duduknya. Sedang mengantuk tidak membatalkan wudhu (dikatakan mengantuk
jika masih bisa mendengarkan pembicaran orang meski tidak jelas)
Hambaliyah : Tidur membatalkan wudhu dalam keadaan bagaimanapun,
kecuali hanya sekejap saja (secara umum).
Malikiyah : Tidur membatalkan wudhu baik, terlentang, duduk,
sujud, sebentar / lama, namun hanya sunah berwudhu jika hanya sekejap. Seorang
yang tidur sekejap juga batal jika sengaja meletakkan kain pada pantatnya
supaya angin tidak keluar. Adapun tidur yang lama maka mutlak membatalkan
wudhu.
[12]Syafiiyah : Menyentuh & memegang orang lain (lelaki &
wanita) membatalkan wudhu meski tanpa sahwat/ juga terhadap yang sudah tua
renta, jika muncul pernyataan wanita tua tidak bersahwat jika disentuh, maka
jawabnya adalah selama masih hidup perempuan masih ada potensi sahwat,
terkecuali terhalang sesuatu meski hanya debu tebal yang menutup kulitnya,
lelaki sesama lelaki tidak batal saat bersentuhan meski rupawan namun hanya
sunah berwudhu saja, begitu juga tidak batal antara sesama wanita, sesama
hunsa, hunsa & lelaki/ hunsa dengan wanita. Hal tersebut (hunsa)
membatalkan wudhu jika kedua yang bersentuhan telah sampai pada batas sahwat.
Dikecualikan darinya bersentuhan yang tidak
membatalkan wudhu, rambut, gigi dan kuku. Selain itu juga batal menyentuh mayat
lain mahrom, dikatakan mahrom adalah orang yang haram dinikah dari sebab nasab,
susuan atau mertua, adapun orang yang halal dinikah maka batal saat bersentuhan
seperti saudara perempuan istri, bibi dari istri (jika telah bercerai).
Selanjutnya juga batal jika bersentuhan dengan wanita
yang pernah disetubuhi meskipun subhat (مووطؤشبهات)beserta anaknya jika
dinikah (meski selamanya haram dinikah) hal ini disebkan karena mereka berdua
tidak termasuk mahrom baik dari nasab, saudara susuan / mertua.
Hambaliyah : Menyentuh wanita dengan sahwat tanpa penghalang
membatalkan wudhu baik mahrom / bukan mahrom, hidup/ mati, dewasa/ anak kecil,
begitu sebaliknya dengan wanitanya, saat dia menyentuh lelaki maka wudhunya
juga batal namun dengan berapa sarat berikut ini, 1) Yang disentuh bukan
rambut, gigi & kuku, maka disaat seseorang menyentuh orang lain selain
anggota tersebut wudhunya batal.
Hal ini berbeda dengan orang yang disentuh, karena
sebagai objek hukumnya (objek) tidak batal (meski sama merasakan sesuatu).
Namun ada juga bersentuhan yang tidak membatalkan
wudhu diantaranya adalah lelaki & lelaki (meski rupawan), wanita &
wanita serta hunsa & hunsa. Dari ini dapat kita ketahui bahwa madzahab
Syafi`i & Hambali bersepakat bahwa bersentuhan lain jenis (tanpa pembatas)
membatalkan wudhu, hanya saja madzhab Hambali mengkategorikan bahwa bersentuhan
sesama mahrom juga membatalkan tidak halnya dengan madzhab Syafi`i, selanjutnya
bahwa sesama lelaki jika bersentuhan tidak membatalkan wudhu, namun Syafi`i
mensunahkan wudhu.
Malikiyah : Ketika seorang berwudhu menyentuh orang lain dengan
tangannya /anggota badan lain maka wudhunya batal dengan berberapa sarat yang
sebagian ada pada yang menyentuh, dan sebagian pada yang disentuh. Sarat bagi
yang menyentuh adalah baligh, sengaja (merasakan) / tidak segaja namun
setelahnya dia merasa nikmat, lantas sarat bagi orang yang disentuh hendaknya
tidak terhalang sesuatu/ ada namun tipis, namun meski terhalang satir tebal
tapi jika saat bersentuhan kemudian agak lama & sampai merasakan nikmat
maka wudhunya juga batal. Jika wanita yang disentuh tidak mengundang sahwat
(seperti anak kecil/ lansia) maka wudhunya juga tidak batal, juga tidak batal
sentuhan antara rambut & rambut (lelaki + perempuan), kuku & kuku, jika
disentuh dengan memakai tangan & merasa syahwat maka wudhunya juga batal.
Yang menyebabkan batal dalam hal ini (bersentuhan)
adalah karena adanya faktor syahwat termasuk dari mahrom sendiri. Namun juga
saat bersentuhan dengan mahrom tidak bersahwat maka wudhunya tidak batal.
Berbeda dengan selain mahrom yang batal secara mutlak, termasuk daripadanya
mencium juga membatalkan wudhu meski tidak ada maksud merasakan dengan syahwat,
namun saat perpisahan mencium tidak batal hal ini karena termasuk rahmat bukan
sahwat (namun jika bersahwat juga batal), semua ini ketentuan bagi orang yang
menyentuh.
Adapun ketentuan bagi yang disentuh adalah jika yang
disentuh telah baligh, dan merasakan syahwat maka wudhunya juga batal, hal ini
hanya sebatas bersentuhan adapaun saat melihat/ berpikir saja & sampai
merasakan syahwat wudhunya tidak batal, jika sampai keluar madzi batal serta
wajib wudhu & jika keluar sperma wajib mandi.
Hanafiyah : Bersentuhan lelaki & wanita tidak membuat wudhu
batal baik mahrom/ bukan meskipun keduanya telanjang, seorang lelaki yang telah
berwudhu & tidur bersama istrinya dalam satu tempat meski bersentuhan tidak
membatalkan wudhu kecuali dalam 2 hal : 1) Hingga mengeluarkan sesuatu seperti
madzi dll. 2) Bertemu antara 2 alat hitan (alat kelamin), hal ini membatalkan
wudhu lelaki tersebut jika lelaki tersebut sampai sahwat & tidak ada sesuatu yang menghalangi
antara keduanya. Adapun bagi wanita tersebut batal meski tidak sampai melekat
rapat saat lelaki tersebut merasakan sahwat, saat wanita tidur dengan wanita
lain & bersentuhan maka wudhunya batal, sama dengan sesama lelaki yang jika
bersentuhan lalu timbul sahwat.
Kesimpulannya Hanafiyah berbeda dengan lainnya,
seperti Malikiyah telah menatapkan yang menyebabkan batal adalah karena sengaja
merasakan sahwat atau spontan
merasakannya (jika tidak merasa tidak batal) berbeda dengan Syafiiyah & Hambaliyah. Lalu Malikiyah
menetapkan menyentuh orang yang ajuz (tidak berpotensi sahwat karena tua/
mungkin juga cacat) tidak membatalkan wudhu sedangkan Syafi`i & Hambali
batal. Selanjutnya menyentuh pemuda yang rupawan batal menurut Maliki &
tidak batal menurut Syafi`i & Hambali.
Hal itu tidak batal jika ada penghalang/ ada namun
tipis, namun dalam madzhab Malikiyah meskipun telah ada penghalang namun jika
masih merasakan sahwat tetap membatalkan
wudhu.
Ketika lelaki menyentuh rambut wanita & merasa
syahwat maka wudhunya batal (menurut Malikiyah), berbeda sebaliknya, hal ini
berbeda dengan Hambali & Syafi`i yang tidak menganggap batal.
[13]Hanafiyah : Menyentuh kemaluan tidak membuat wudhu batal meski
dengan sahwat, baik dengan telapak tangan dalam/ luar, namun sunah wudhu saja,
ini berbeda dengan kesepakatan ulama yang berkata ibadah dengan hal yang tidak
ihtilaf lebih baik (lebih baik mengikuti kesepakatan) selama tidak makruh dalam
madzhabnya sendiri, Hanafiyah berpendapat wudhu disini adalah wudhu secara
lughowi (dalam hadis yang mengatakan batal) yaitu hanya mencuci tangan saja.
Hal ini juga berlaku saat menyentuh lubang dubur,termasuk wanita namun jika
seorang wanita memasukkan sesuatu dalam farjinya maka wudhunya batal karena
hukumnya seperti jima`.
Malikiyah : Wudhu batal saat menyentuh kemaluan sendiri ((لاَمِسْ
, jika menyentuh orang
lain maka hukumnya seperti bersentuhan kulit, semua itu dengan sarat baligh
meski hunsa, tidak ada penghalang, dengan telapak tangan dalam, ujung jari
/lambung telapak tangan (selain dari ini tidak batal spt kaki, kayu dll) semua
ini membatalkan wudhu meski tidak sahwat.
Wanita yang menyentuh kemaluannya wudhunya tidak batal
meski dengan memasukkan jarinya, juga tidak batal menyentuh duburnya meski
memasukkan jari kedalamnya (meski hal ini haram jika tanpa kepentingan). Tidak
batal menyentuh pinggir dzakar(batas disunat) & pelir, anat (bawah perut
yang tumbuh rambut), sedangkan menyentuh punya orang lain berlaku hukum
bersentuhan sebagiamana keterengan lalu.
Syafiiyah : Menyentuh dzakar(kemaluan) (kecil/dewasa,
hidup/mati) membatalkan wudhu baik yang hanya (menyentuh) nempel atau sekedar
saja, begitu juga menyentuh batas dzakar yang di sunat (khitan) dengan sarat
tidak ada penghalang, dengan telapak tangan dalam/ ujung jari, (telapak tangan
dalam adalah bagian saat direkatkan tidak terlihat/ tertutup), seperti
Hambaliyah bahwa secara mutlak batal baik sendiri/ menyentuh orang lain.
Syafiiyah juga menisbatkan lubang dubur yang di dalamnya, tidak halnya dengan
pelir & anat (rambut sekitar kemaluan) yang tidak batal.
Hambaliyah : Termasuk membatalkan wudhu adalah keluarnya banyak
najis (secara umum) dari tubuh selain dari qubul & dubur, baik gemuk/
kurus misalnya seperti darah &
muntahan.
[14]Hanafiyah : Murtad tidak membatalkan wudhu, meskipun murtad
(hakikatnya) banyak menahan amalan agama (terhalang beramal denga amalan
agama).
Syafiiyah : Murtad tidak membatalkan wudhu, ketika seseorang
murtad sedang dia tidak dalam keadaan beser maka wudhunya tidak batal, namun
jika dia sedang beser maka wudhunya batal karena kesuciannya dianggap lemah.
[15]Hanafiyah : Tertawa terbahak – bahak membatalkan sholat
berdasar hadis at Thobaroni dari Abi Musa “( Suatu saat Rosul sholat bersama
para sahabat, lalu datanglah seorang lelaki yang terjatuh dalam sebuah lubang
di depan masjid, lalu para jamaah tertawa, kemudian Rosul memerintahkan sahabat
yang tertawa untuk wudhu & mengulang kembali sholatnya.)”. Tertawa
terbahak – bahak (قهقهة)
tertawa yang suaranya sampai tedengar oleh orang disekitarnya, dari hal
tersebut tertawa membatalkan sholat meski tidak lama.
Hal ini berbeda dengan orang yang tertawa namun hanya
dia sendiri yang mendengarnya karena hal tersebut tidak membuat batal wudhunya,
hal itu dianggap batal dengan sarat telah baligh baik lelaki / wanita, sengaja
/tidak, dilakukan pada sholat yang ada ruku`& sujudnya.
Malikiyah : Keragu -
raguan membatalkan wudhu, saat seorang ragu apakah hadas/ tidak, maka otomatis batal.
No comments:
Post a Comment