Sunday, January 11, 2015

Istinjak



BAB IV
(الْإِسْتِنْجَاءْ)
ISTINJA`
Istinjak adalah gambaran membersihkan bekas najis dari 2 jalan (qubul / dubur),
dalam istilah lain juga disebut istithobah juga istijmar (bersuci memakai batu), dalam sebuah riwayat istinjak dengan air dilakukan pertama oleh Ibrahim A.S. lalu Nabi Muhammad, selanjutnya ada juga dengan menggunakan batu.

HUKUM ISTINJAK
Istinjak dari segala bentuk najis yang keluar wajib hukumnya, meskipun sesuatu yang langka (darah, nanah, madzi, wadi)  dan semua dilakukan setelah terhentinya kotoran yang keluar, jika tidak istinjaknya tidak sah (Malikiyah & Hambaliyah).[1]
ADAB QODHI HAJAT (Buang Hajat)
            Telah kita ketahui bersama bahwa syara` telah menetapkan aturan mengenai Qodhi Hajat antara lain, cara mensucikannya ada istilah istinja` ( jika pakai air), dan ada juga Istijmar (jika pakai batu). Jika selanjutnya muncul pertanyaan yang mempermasalahkan kenapa syara` menentukan bab tentang thoharoh (kususnya)  yang sebenarnya sudah lazim dilakukan orang pada umumnya dan seakan mempersulit serta bertele –tele.
Jawabnya adalah apapun yang disariatkan dalam Islam tidaklah sia – sia, banyak hikmah dan manfaat yang didapatkan darinya, oleh karena itulah sebenarnya semua hal mengenai istijak(beserta seluruh hal tentang thoharoh) amat besar manfaatnya.  Dibawah  ini adalah yang berkaitan tentang haram, wajib, haram mandub dan makruh yang berhubungan dengan Qodhi hajat.

1)       Hal yang wajib ketika istinja`; Hal yang wajib ketika istinja` adalah Istibro`(mengeluarkan sisa – sisa kotoran setelah kencing/B.A.B,dalam istilah jawa ngeden) ini dilakukan sampai yakin tidak ada sisa kotoran pada saluran pembuangan. Biasanya ada beberapa orang yang kencing setelah dia berjalan jauh atau banyak bergerak, sehingga terkadang kurang tuntas, jika merasa masih ada yang menetes lalu dia berwudhu maka sia – sia saja. Sebagian ahli fiqih berpendapat istibro` tidakwajib kecuali jika yakin masih ada sesuatu pada saluran pembuangan. Namun sebagian berkata wajib sampai yakin pada saluran tidak ada lagi kotoran yang tersisa[2].Syafi`iyah: Istibro` tidak wajib kecuali jika yakin ada kotoran pada saluran.

2)     Tempat yang haram dipakai buang hajat diantaranya kuburan yang disisi lain Nabi telah menganjurkan berziarah kubur agar dapat mengambil ta`bir (pelajaran), jika ada yang melakukannya maka dia termasuk orang yang sangat bodoh.Selain itu juga dilarang dijadikan tempat berjemur tempat duduk bersama dll, karena semua dianggap sangat tidak berahlak.
3)       Tidak boleh buang hajat disaluran air / kolam yang tidak mengalir, menurut 3 madzhab dianggap haram, namun dalam madzhab Syafi`i dianggap makruh buang hajat pada kolam yang mengalir.
4)       Haram ditempat yang dilewati banyak orang, tempat berteduh. Syafiiyah & Hambaliyah mengatakan makruh.
5)       Haram buang hajat menghadap atau juga membelakangi Ka`bah ditempat terbuka. Begitu juga dari arah angin karena bau yang menyebar kemana – mana.
6)       Tidak boleh menghadap matahari & bulan. Yang terakhir adalah istinjak dengan tangan kirinya.

SYARAT ISTINJAK DAN ISTIJMAR(Baik dengan air, batu dsb)
            Adapun  jenis air yang dipakai istinjak adalah air suci yang mensucikan (اَلطَّهُوْرُ)  Hanafiyah berpendapat istinjak bisa juga dengan air suci meski tidak mensucikan). Selanjutnya air yang dipakai haruslah mencukupi, jika tidak cukup maka tidak dikerjakan tetapi air yang ada dipakai membersihkan qubul dulu menurut Maliki, Syafii, Hambali, sedang menurut sabagian Hanafiyah dubur dulu.
            Adapun batu juga berfungsi seperti air dalam thoharoh meski terdapat air akan tetapi air tetap yang paling sempurna yang afdhol adalah memakai batu baru dengan air. Sedangkan batu yang dimaksud adalah benda yang keras tidak berupa benda yang dianggap muliya, bukan makanan uga bukan kotoran dll. 

THOHAROH BAGI YANG BESER
            Sesungguhnya syariat Islam telah mengatur dengan cara yang sedemikian sempurna yang juga disisilain sebenarnya Islam tidak memberatkan seseorang dengan suatu aturan tertentu.
Oleh karenanya Allah berfirman dalam Al Qur`an (وَمَاجَعَلَ عَلَيكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ)  Dan Dia tidak menjadikan untuk-Mu dalam agama dari suatu kesusahan Al-Haj 78. Oleh karenanya segala hal yang dianggap terlalu memberatkan dan menyusahkan  dianggap tidak wajib dikerjakan.
            Dari hal tersebut maka setiap orang yang mempunyai udzur tertentu seperti beser, terus menerus keluar darah, madzi, dsb baginya hanya cukup bersuci saat hendak sholat saja layaknya orang sehat[3]


[1]Hanafiyah : Hukum istinjak dan sejenisnya sepertiistijmar (istinjak dengan batu jika kotoran tidak belepotan kemana - mana) adalah sunah muakad baik lelaki / perempuan, jika tidak dikerjakan hukumnya makruh. Jika kotoran telah sampai sebesar  dirham maka wajib dibersihkan dengan air (karena sudah termasuk bab menghilangkan najis, bukan istinja`nya). Begitu juga najis yang mengenai ujung uretra(dzakar) jika sampai seukuran dirham wajib pakai air.
Hal ini juga berlaku untuk kulit uretra yang belum disunat yang terkena najis yang sebesar dirham wajib memakai air saat bersuci. Namun menurut Muhammad R.A.  setiap najis yang keluar yang telah melewati batas permukaan (lewat dubur/ pantat) wajib disucikan dengan air sedikit/ banyak.    
Kesimpulan
Dalam madzhab Hanafi dikatakan bahwa menghilangkan najis (istinja`) hukumnya sunah muakad untuk setiap yang keluar baik wajar (kotoran) atau  tidak wajar (nanah).  Jika telah mencapai sebesar dirham maka wajib menggunakan air. Berbeda dengan muhammad yang memutlakkan harus memakai air, bahkan sampai istibro (sisa kotoran yang kadang masih keluar seperti habis kencing yang kadang masih sedikit keluar).

Malikiyah ; Asal mula istinja` adalah sunah, disunahkan bagi Qodhi hajat (yang buat hajat) membersihkannya dengan air atau batu. Namun wajib memakai air dalam beberapa  hal ; 1) Kencing wanita gadis / janda. Semacam ini wajib membersihkan bagian yang tampak saat duduk. Baik najis yang keluar sampai pada batas yang tampak saat duduk/ tidak. Kecuali bagi yang terbiasa (seperti beser) yang setiap hari keluar sekali/ lebih, jika demikian maka hukumnya adalah sunah untuk mensucikannya. 2) Najis yang keluar secara umum dikatakan banyak (banyak disini bermakna lebih dari batas menetes ). Sebagaimana BAB yang mengenai bokong, atau kencing sampai kena sekitar dzakar.  Jika demikian wajib membasuh dengan air seluruhnya, bukan hanya bagian terkena saja. 3) Madzi yang keluar disertai rasa (sahwat) wajib dibasuh seluruhnya. 4) Sperma yang keluar namun tidak mewajibkan mandi, dalam hal ini ada 2 contoh; a)Hendaknya berada pada tempat yang susah air atau ada namun tidak mencukupinya, maka air yang cukup dia pakai membersihkan bekas sperma, sedang sisanya dia bertayamum. Selanjutnyaorang yang sakit sehingga tidak bisa memakai air dia cukup memakai batu saja. b) Sperma yang setiap hari keluar (seperti beser), hal ini hukumnya dima`fu dan tidak wajib istinja` dengan air juga batu, namun semua itu hanya diwajibkan jika terdapat air yang mencukupi, jika tidak ada maka tidak wajib. 5) Haid juga nifas yang terjadi saat seorang wanita sedang terhalang memakai air (karena udzur).
Saat semua itu terjadi namum seseorang tidak mendapat airataupun ada namun kurang atau juga sakit sehingga tidak dapat memakai air maka dia wajib bertayamum.

[2]syafiiyah: Istibro` tidak wajib kecuali jika yakin ada kotoran pada saluran.

[3]Hanafiyah : Dalam hal ini ada 3 hal yang diperhatikan; 1. Pengertian “tsulal”.  2. Hukum. 3. Kewajiban atas orang yang bersangkutan. 1) Pengertian :Tsulal” adalah istilah dimana seseorang susah mengontrol hadas seperti buang angin terus – menerus, beser terus – menerus, istihadoh & juga semisalnya yang terjadi diluar kontrol. Hal semacam ini hukumnya di nisbatkan menjadi orang yang sedang udzur (shohibul udzri)dan terhitung disaat menjelang waktu sholat hingga habis waktunya, namun jika diluar waktu sholat tidak termasuk shohibul  udzri. Begitu juga seorang di katakan tidak berudzur lagi jika senggang waktunya selama waktu sholat tidak mengeluarkan apapun.
2). Hukum: Orang seperti ini harus berwudhu disetiap datang waktu sholat (5 waktu) dan boleh sholat fardhu sebanyak – banyaknya dari satu kali wudhunya tersebut begitu juga sholat sunnah. Jika waktu setiap sholatnya telah habis (dhuhur telah masuk ashar misalnya) maka wudhunya juga batal disebabkan hadas yang ditanggungnya diawal – awal waktu (sebelum udzur terjadi). Dari hal ini dapat disimpulkan bagi yang berudzur wudhunya batal sebab habisnya waktu sholat,  jika wudhunya dilakukan pada saat dhuha sampai dengan waktu dhuhur wudhunya tidaklah batal dan seterusnya (di anggap batal jika telah masuk ashar).  Termasuk membatalkan wudhu adanya hadas lain (bukan dari beser yang dialami) seperti buang angin dsb. Sedang kewajiban lain baginya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menetralisirnya (berobat) dengan bantuan tabib atau dokter dan sebagainya. Begitu juga untuk baju yang dipakai saat sholat jika susah menjaganya karena keluar najis terus menerus maka dia boleh memakainya hingga sholat telah usai.

Hambaliyah : Barang siapa yang daim hadas (berhadas secara terus - menerus) maka wudhunya tidak batal dengan beberapa sarat berikut ini; 1). Membersihkan & membalut rapat tempat keluarnya tersebut.  2) Hadas terjadi secara terus – menerus, artinya tidak berhenti sampai dengan adanya kesempatan untuk melaksanakan wudhu dan sholat, jika masih ada kesempatan tersebut wajib baginya melakukan sholat diwaktu tersebut dan dia tidak dikatakan berudzur, jika biasanya waktu berhentinya tidak cukup dipakai untuk bersuci lalu dia pakai bersuci maka wudhunya batal. 3) Masuknya waktu, jika sebelum masuknya waktu dia berwudhu maka itu juga dianggap tidak sah, kecuali wudhu yang dilakukan untuk sholat yang lewat (qodho) juga sholat janazah. Dia juga diwajibkan  berwudhu disetiap waktu sholat jika hadas keluar secara bertahap (jika terbukti tidak berhadas maka tidak wajib wudhu, kecuali adanya hadas lain diluar udzur), bagi yang berudzur dengan wudhunya boleh mengerjakan sholat fardhu & sunah sebanyak apapun, Jika dengan berdiri khawatir mengeluarkan hadas maka dia sholat dengan duduk begitu juga dengan ruku` dan sujud dikerjakan dengan duduk tetapi tidak boleh hanya dengan isyarat.

Malikiyah: Suatu yang keluar dari seseorang saat sakit baik berupa beser dsb tidak membatalkan wudhu dengan beberapa sarat; 1 Hendaknya berlangsung lebih dari setengah waktu sholat, jika diwaktu shubuh seorang mengalami beser setelah 2 jam berhenti dan dia masih ada waktu untuk sholat maka tidak disebut udzur, selanjutnya dia berwudhu untuk sholat dhuhur. Begitu juga ketika jika terus – terusan buang angin jika berlangsung kurang dari separuh waktu sholat tidak termasuk dalam berudzur. 2 Terjadi pada saat tidak dapat ditahan lagi, jika masih memungkinkan ditahan,  seperti jika dapat dipastikan setelah beberapa saat akan berhenti dan memungkinkan untuk wudhu dan sholat maka dia tidak boleh berwudhu dulu, melainkan harus menunggu hingga berhenti baru berwudhu dan sholat. 

Sebaliknya tidak boleh mengakhirkan sholat jika biasa berlangsung sepanjang waktu sholat.                           

No comments:

Post a Comment