BAB I THOHAROH
Makna Thoharoh
adalah membersihkan dan mensucikan dari
segala bentuk yang disebut kotor, jorok atau apapun yang bersifat tidak nyaman
jika dipandang mata, baik yang bersifat lahiriyah ataupun maknawiyah,
bersumber dari sebuah Hadis Nabi yang diriwayatakan dari Ibnu Abbas R.A : “ Suatu ketika Nabi menjenguk seorang yang sedang sakit dan berkata” La ba`sa Thohu^run Insya Allah ” artinya” tiada masalah, jika Allah menghendaki niscaya akan Allah sucikan”. Nabi juga mengatakan bahwa sakit itu akan membersihkan seseorang dari penyakit (kotoran) ma`nawiah. Hal ini samahalnya dengan makna Thoharoh, yang secara hakiki (terminologi) bermakna bersih, baik badan atau tempat dari apapun yang bersifat kotor, jasmani dan rohani.
bersumber dari sebuah Hadis Nabi yang diriwayatakan dari Ibnu Abbas R.A : “ Suatu ketika Nabi menjenguk seorang yang sedang sakit dan berkata” La ba`sa Thohu^run Insya Allah ” artinya” tiada masalah, jika Allah menghendaki niscaya akan Allah sucikan”. Nabi juga mengatakan bahwa sakit itu akan membersihkan seseorang dari penyakit (kotoran) ma`nawiah. Hal ini samahalnya dengan makna Thoharoh, yang secara hakiki (terminologi) bermakna bersih, baik badan atau tempat dari apapun yang bersifat kotor, jasmani dan rohani.
Terlepas darinya, dari segi
bahasa (lughot) najis adalah
yang sesuatu yang bersifat
kotor baik secara lahiriah ataupun ma`nawiyah, ada yang berpendapat bahwa dosa
dan kesalahanpun termasuk najis karena pada hakikatnya dia telah mengotori tangannya
dengan perbuatan tercela, dan orang yang
melakukannya bersifat najis secara maknawi, hal ini bisa kita lihat dalam Al-Qur`an
Q.S. al-Taubah 28 yang artinya “sesungguhnya orang - orang Musyrik adalah najis”.
Kembali pada pengertian Thoharoh,
secara spesifik mempunyai berbagai pengertian di kalangan ahli Fiqih dan Nahwu, namun saya tarik kesimpulan bahwa semua bersepakat bahwa Thoharoh dalam
hukum syari`ah merupakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan dan mutlak harus
dikerjakan guna untuk mengerjakan
amal ibadah tertentu seperti sholat, thowaf dan sebagainya dalam keadaan yang memungkinkan (karena dalam darurat bisa saja orang
tidak mampu untuk bersuci/thoharoh).
Dalam hal ini, Thoharoh dibagi dalam 2 hal yaitu bersuci dari hadas dan najis. Najis lebih bersifat material sedang hadas bersifat immaterial
)sifat(, untuk
yang bersifat materi (najis) kita harus mengenal istilah najis dan mutanajis. Najis adalah asal mula atau bentuk asli kotoran
itu sendiri sehingga tidak mungkin untuk membersihkannya. Sedangkan Mutanajis
adalah segala sesuatu yang – dikotori atau terkena najis tersebut sehingga
mudah untuk membersihkannya kembali dengan cara - cara yang telah ditentukan
oleh syara`.
A. HAL YANG DIHUKUMI SUCI
Untuk selanjutnya akan kita lihat dengan seksama apa saja yang dihukumi suci dalam
hukum Fiqih :
1. Tubuh manusia:
Semua ulama sepakat tubuh
manusia hidup ataupun mati adalah suci, sedangkan seorang musyrikpun yang dikatakan najis
adalah keyakinannya saja bukan fisiknya.
2.
Benda mati : Dalam hal ini menyangkut semua benda mati yang
tidak berasal dari sesuatu yang terpotong, terkelupas atau tercecer dari
binatang seperti batu, kayu dll. Karena
pada dasarnya tidak ada tumbuhan yang najis sekalipun beracun, terkadang ada juga
yang berasal dari benda cair seperti air, minyak, atau apapun selama tidak
terkena najis dan bukan pula jenis khomr (semua minuman yang memabukkan),
cairan selain khomr adalah suci meskipun sebagian ada yang haram untuk di konsumsi.
3.
Airmata: Airmata semua
mahluk hidup termasuk keringat, liur, dan ingus adalah suci.[1]
4.
Telur; Telur yang belum
bau dan susu yang berasal dari manusia atau binatang yang halal, sedang tubuh
manusia hidup atau mati dan binatang yang halal saat masih hidup hukumnya suci.
Terkecuali bagian tubuh yang terpotong saat masih hidup dihukumi najis karna hukumnya
adalah bangkai.[2]
5.
Lendir, dahak ; Keduanya adalah najis.
6.
Cairan yang keluar dari daging setelah disembelih
:
Cairan yang mengalir dari binatang setelah disembelih yang terdapat dikulit adalah suci,[3]
7.
Bangkai binatang yang hidup di air ; Bangkai binatang
yang hidup di air adalah suci meskipun usianya terhitung lama, seperti buaya,
katak, anjing laut, bahkan yang menyerupai manusia sekalipun yang mati di air
ataupun di darat, yang mati sendiri ataupun karna diburu, [4] hal ini karna berdasarkan Hadis Nabi yang
mengatakan “dihalalkan bagi kami 2 macam bangkai dan 2 macam darah,yaitu bangkai ikan
dan belalang serta hati dan limpa”.
8. Bangkai binatang darat yang darahnya tidak
mengalir ; Seperti lalat, ulat, belalang semut, dan
kutu.[5]
Hambaliyah; Semua yang diatas adalah
suci selama tidak berasal dari barang najis seperti
ulat yang berasal dari luka.
9.
Binatang yang disembelih secara sara`;
10. Rambut, bulu tebal, bulu tipis, bulu pada
burung yang halal atau haram dimakan, baik yang hidup atau mati, masih menempel
juga yang terlepas selama tidak dicabut.[6]
B. SESUATU YANG DIANGGAP NAJIS
1. Bangkai binatang darat selain manusia dan
binatang yang darahnya tidak mengalir.[8]
2.
Apapun yang berasal dari bangkai yg tubuhnya darahnya
mengalir ;(maksudnya darahnya
banyak tidak seperti kutu dll) ;
Termasuk darah, lendir, telur, susu dll.[9]
3.
Anjing dan babi dan keturunan dari keduanya meskipun bersama binatang lainnya .[10]
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
4.
Keringat, liur , airmata, lendir babi dan
anjing
5. Darah ; Dalam hal ini mengecualikan hati
dan limpa serta yang mati syahid, bekas darah sembelihan pada daging
/otot, juga darah ikan, kutu, kelabang, semut dll.[11]
7.
Bekas kotoran atau air seni meski dari anak kecil.
8.
Sisa makanan binatang yang haram dimakan yang darahnya mengalir saat dipotong seperti
keledai. [13]
Sedangkan sisa makanan dari binatang yang halal dimakan maka hukumnya hilaf.[14]
9. Sperma : Baik dari manusia atau binatang.[15]
Sperma = Cairan yang keluar dari kemaluan disertai dengan rasa nikmat, baik dari lelaki dan
wanita Madzi = Cairan yang mirip sperma yang keluar saat kelelahan.
Wadi
= Cairan yang keluar dari farji biasanya saat buang
air kecil agak sedikit ada
rasa nikmat.
10. Muntah &Luapan makanan.[16]
11.
Bagian tubuh yang terpotong dari binatang hidup.[17] Kecuali dari binatang yang darahnya tidak
mengalir saat dipotong, kulit kijang dan darahnya yang berubah menjadi misik.
12.
Susu yang diambil dari binatang yang masih hidup dari binatang yang haram
dimakan kecuali dari manusia.[18]
13.
Abu yang berasal dari sesuatu yang najis yang dibakar begitu juga asapnya.[19]
14.
Segala macam cairan yang memabukkan; Baik yang berasal dari perasan kurma,
anggur, buih minuman dsb. karena Allah
telah mangharamkan dan menajiskannya.
C. NAJIS YANG DIAMPUNI
Pada dasarnya najis adalah kotoran yang harus dibersihkan, akan tetapi
dalam hukum syara ada beberapa macam
najis yang diampuni atau tidak dipermasalahkan seandainya masih terdapat pada
sesuatu, hal ini dikarenakan adanya unsur yang memberatkan untuk menjaganya (musyaqqoh), seperti darah yang barulang kali mengenai
tukang jagal hewan, dalam keadaan demikian orang tidak mungkin setiap saat untuk
bersuci karena menyusahkan.
Di bawah ini akan di uraikan beberapa jenis najis
yang bisa dima`fu[20]
[1] Syafi`iyah ; Dalam madzhab Syafii semua itu
dianggap suci selama berasal dari binatang yang suci pula, baik yang halal/ haram dimakan, sekalipun bisa ular /
kalajengking, dalam hal ini dikecualikan bangkai
anjing, babi dan keturunannya.
Malikiyah ; Liur dari mulut yang mengalir saat
tidur /terjaga termasuk suci tanpa terkecuali, sedangkan cairan yang berasal dari lambung juga usus
yang sampai ke mulut hukumnya najis, bisa dilihat dari warna / bau yang mencolok jika sudah
demikian maka hukumnya najis.
Hambaliyah; Airmata, keringat, liur,
ingus hukumnya suci, baik dari binatang yang halal / haram, jika berasal dari
binatang yang haram dimakan maka syaratnya ukuran tubuhnya harus tidak lebih besar dari kucing & tidak
dilahirkan dari binatang yang najis, jika tidak maka hukumnya najis.
Hanafiyah; Hukum airmata, liur,
keringat akan dibahas pada pembahasan kedepan.
[2]Syafi`iyah&Hambaliyah ;Yang termasuk najis
adalah anjing, babi, keturunannya bahkan bersama binatang lain. Sedang dalam
madzhab Hambali bahwa binatang yang haram dikonsumsi jika ukuran tubuhnya lebih besar dari kucing hukumnya juga najis.
Hanafiyah;Tidak ada satupun
binatang yang najis kecuali babi saja.
Malikiyah; Tidak satupun binatang
yang najis sekalipun anjing ,babi dan keturunannya
[3] Syafi`iyah; Cairan berwarna kuning
yang keluar dari sembelihan hukumnya najis begitu juga kulitnya (babat) ikut
najis, akan tetapi bisa disucikan dengan cara dicuci bersih (bisa dimakan).
Hanafiyah; Hukum cairan tersebut
adalah mengikuti hukum dari air kencingnya, jika berasal dari binatang yang halal
dimakan maka air kencingnya dihukumi najis mukhoffafah, sedang jika berasal
dari binatang yang haram dimakan maka hukumnya adalah najis mugholadhoh.
[4] Syafi`iyah
&Hambaliyah ; mengecualikan bangkai katak,
buaya, dan ular selain yang 3 berikut ini hukumnya suci.
Hambaliyah; Semua yang diatas adalah suci selama tidak berasal dari barang najis seperti ulat yang berasal dari
[6] Malikiyah ; Semua itu suci baik dari binatang hidup /mati, halal /haram
sekalipun anjing/babi yang masih
menempel /terlepas bukan karna dicabut, digunting / dirontokkan dengan kapur.
karna pada dasarnya bulu tidak bernyawa & tidak berdarah. Sedangkan jika
dicabut /maka ujungnya najis sedang lainnya tidak, sebagian kalangan Malikiyah
berkata bahwa ruas bulu dari binatang yang tidak disembelih adalah najis, dan
bulu – bulu yang tipis mutlak suci.
Hanafiyah ; Sama seperti pendapat
Maliki hanya saja bulu pada babi najis, baik hidup /mati, nempel /
terlepas.
Syafi`iyah ;Semua itu najis jika
berasal dari binatang yang masih hidup dan haram dimakan, kecuali rambut pada
manusia dan bulu dari bangkai binatang, jika semua itu dari binatang yang halal
maka suci, kecuali bila terlepas dengan ujung basah yang terkena sesuatu dari
daging bangkai tersebut maka najis, seperti darah, daging, lemak dsb, maka
pangkalnya najis dan sisanya tidak.
Hambaliyah ; Semua itu suci jika
berasal dari binatang yang halal dimakan hidup/mati, atau dari binatang yang
walaupun haram tapi ketika hidup tidak najis, yaitu binatang yang tubuhnya tdk
lebih besar dari kucing, dan tidak lahir dari sesuatu yang najis, jika demikian
ujung dari bulu yang basah dari bangkai adalah najis meski tidak terlepas
darinya, sedang yang terlepas dari binatang yang suci adalah suci kecuali bila
lepas bersama dengan bau busuk maka
pangkalnya najis dan yang lain tidak.
[7]Malikiyah; Jika khomr berubah
menjadi cuka /mengeras maka akan menjadi suci dengan sendirinya, walau dengan
adanya unsur kesengajaan selama tidak terkena najis sebelum berubah menjadi
cuka, dan wadahnya juga menjadi suci.
Hanafiyah ; Khomr yang berubah menjadi cuka beserta
wadahnya menjadi suci walau degan memasukkan sesuatu kedalamnya seperti garam,
air, ikan dsb. Jika kejatuhan tikus sebelum
menjadi cuka dan dikeluarkan sebelum busuk maka tetap suci .
Syafi`i
yah ; Saat khomr berubah menjadi cuka degan sendirinya maka akan menjadi suci degan
sendirinya begitu juga wadahnya, selama tidak kejatuhan najis sebelum terjadi
perubahan walaupun diangkat seketika dan tidak tercampur degan benda suci
lainnya yang sekiranya mudah untuk menghindarkannya, jika memang sulit untuk
menghindarkannya maka sah saja , seperti butir gandum yang jatuh kedalamnya maka
tetap suci.
Hambaliyah ; Khomr menjadi suci ketika
menjadi cuka walau degan memindahkan dari tempat /wadah ke tempat & wadah
lainnya selama tidak terkena najis sebelum menjadi cuka selama perubahannya .
Kesimpulan ;
Malikiyah
& Hanafiyah Sepakat khomr jadi suci saat menjadi cuka dengan
sendirinya / degan kesengajaan, sedang
berbeda pendapat pada saat terkena najis, Malikiyah: jika demikian maka tdk bisa dianggap
suci lagi, sedang Hanafiyah: bila najis diambil
sebelum bercampur maka tetap suci.
Syafi`i
& Hambali : Sepakat jika berubah sendiri hukumnya suci, jika dirubah (disengaja) tetap
najis, dan mereka juga sepakat jika terkena najis sebelum menjadi cuka maka hukumnya
tetap najis.
[8] Syafi`yah : Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir najis
kecuali belalang dan ikan, tetapi walau najis jika masuk kedalam minuman /
terkena apapun di ma`fu (tidak dipermasalahkan) jika memang hanya sedikit dan tidak disengaja.
[9] Hanafiyah : Sisa makanan binatang yang halal
dimakan adalah najis Mukhofafah , terkecuali pada burung terdapat pembahasan
tersendiri, jika sejenis burung yang buang kotoran diatas pohon /lebih sering
hidup dipohon maka hukumnya suci
,seperti merpati dll , jika tidak maka hukumnya najis ,seperti ayam itik dll.
Malikiyah : Sisa makanan binatang yg
halal adalah suci spt sapi ,kambing ,dg sarat binatang tsb tdk makan makanan yg
najis, jika tdk maka sisa
makanannya adalah najis.
Hambaliyah : Sisa makanan binatang yang halal
adalah suci walau dia kadang mengkonsumsi makanan yang bercampur najis dengan
sarat konsumsi makanan najisnya tidak
melebihi makanannya yang suci,jika tidak maka sisa makanannya adalah najis
begitu juga dagingnya sendiri ikut najis , jika demikian sebelum dipotong
Selama 3 hari haruslah diberi makanan yg suci baru boleh
dipotong dan dikonsumsi .
Hanafiyah : Anjing tidak najis saat masih
hidup sedangkan yang dianggap najis hanya jilatannya saja , namun jika anjing telah mati maka hukumnya adalah najis.
Jika seekor anjing masuk kedalam sumur dan mulutnya tidak sampai terkena air
maka air tidak najis, apabila dari tubuhnya menetes air yang mengenai sumur tersebut
itu juga dianggap tidak najis. Sedangkan babi mutlak dianggap najis
[11] Malikiyah : Semua darah yang mengalir najis
tanpa terkecuali, bahkan yang berasal dari ikan, sedang yang tidak sampai
mengalir maka tidak najis sepert sisa pada daging dll.
Syafi`iyah : Semua darah najis kecuali 4 macam
darah 1. Susu yang berasal dari
binatang yang halal dimakan walau berwarna merah seperti darah. 2. Sperma, meski telah berwarna seperti darah. 3.Telur yang meskipun berwarna
darah. 4. Darah binatang yang sudah
menggumpal dengan syarat
berasal dari binatang yang halal dimakan .
Hanafiyah : Darah yang tidak sampai mengalir yang berasal dari
manusia / binatang adalah suci, begitu juga saat darah menggumpal menjadi daging, sedang jika gumpalan masih berupa
darah tetap najis.
[12] Hanafiah ; Sesuatu yang keluar dari tubuh
selain nanah dan cairan luka, jika hal itu disebabkan karna luka walaupun tidak
terasa sakit maka hukunya najis, jika bukan karna luka maka suci
contoh seperti cacar, air
pusar dan air telinga. Sedangkan
air mata yang keluar dengan adanya rasa sakit maka hukumnya najis, meskipun tidak terlalu sakitnya (seperti saat mata merasa
perih lalu kita kucek maka airmata yang keluar adalah najis).
Syafi`iyah : Cairan yang keluar dari luka adalah najis
jika keluar bau / berubah warna, jika tidak maka suci seperti keringat pada umumnya.
[13]Hanafiyah : Sisa makanan binatang yang haram
dimakan terdapat perincian tersendiri, jika binatang tersebut termasuk binatang
yang bisa
terbang maka hukumnya najis Mukhofafah seperti gagak dan
elang, dan jika tidak bisa terbang maka hukumnya najis
Mugholadhoh. Akan tetapi jika
susah untuk menghindarinya maka dima`fu
(diampuni).
Hanafiyah : Sisa makanan binatang yang halal dimakan
adalah najis Mukhofafah, terkecuali pada burung terdapat pembahasan tersendiri,
jika sejenis burung yang buang kotoran diatas pohon /lebih sering hidup
dipohon maka hukumnya suci, seperti merpati dll, jika tidak
maka hukumnya najis, seperti
ayam, itik dll.
Malikiyah : Sisa makanan binatang yang halal adalah suci sepert sapi, kambing, dengan sarat binatang tersebut tidak makan makanan yang najis, jika tidak maka sisa makanannya adalah
najis.
Hambaliyah ;Sisa makanan binatang yang
halal adalah suci walau dia kadang mengkonsumsi makanan yang bercampur najis dengan
sarat konsumsi makanan najisnya tidak
melebihi makanannya yang suci,jika tidak maka sisa makanannya adalah najis
begitu juga dagingnya sendiri ikut najis , jika demikian sebelum dipotong
Selama 3 hari haruslah diberi makanan yg suci baru boleh
dipotong dan dikonsumsi .
[15]Syafi`iyah : Sperma yang berasal dari manusia
hidup / mati adalah suci, dengan syarat keluar kurang lebih setelah umur 9 tahun, walaupun berwarna merah seperti
darah dan keluar dari jalan yang wajar, jika tidak maka hukumnya adalah najis. Begitu
juga sperma binatang dianggap suci terkecuali dari babi dan anjing beserta
keturunannnya. sedang
untuk madhi dan wadi hukumnya najis.
Hambaliyah : Sperma manusia suci jika keluar dari
jalan yang wajar, untuk perempuan biasa berumur 9 tahun, sedang untuk laki-laki
10 tahun. Sedang untuk wadi
& madhi jika berasal dari binatang yang halal maka hukukmnya juga
suci.
[16] Syafi`iyah : Muntahan adalah najis meskipun tidak sampai
berubah seperti keluar seketika baik berupa air / makanan, jika memang keluar, jika seseorang ragu maka hukumnya suci, begitu juga liur yang keluar dari
mulut orang yang
tertidur, jika keluar sseudah menjadi bau & berwarna
kuning hukumnya najis, akan
tetapi dima`fu (dimaafkan). Makanan yang dikunyah
oleh binatang ternak juga najis baik sedikit / banyak .
Hanafiyah : Muntahan
adalah najis
Mugholadoh ketika sampai memenuhi
mulut seseorang, walaupun
hanya sekali saja, baik
berupa makanan, air, bahkan gumpalan darah sekalipun
begitu juga dari mulut bayi yang sedang menyusu, dalam hal ini mengecualikan liur
dari orang yang tidur karena hukumnya tidak najis, begitu jika seseorang muntah
mengeluarkan ulat / cacing dengan
ukuran kecil / besar maka hukumnya suci. Adapun luapan hukumnya
seperti muntah yaitu najis Mugholadhoh ketika sampai memenuhi mulut seseorang. Adapun lendir hukumnya suci kecuali bercampur dengan darah / muntah, untuk makanan yang telah dikunyah oleh ternak
hukumnya najis .
Malikiyah : Muntahan adalah makanan yang
sudah masuk kedalam lambung meskipun hanya sebentar saja dan hukumya najis
jika sudah berubah meski hanya dengan rasa
yang masam atau bahkan
menjadi seperti kotoran, berbeda dengan luapan, kalau hanya rasa yang masam saja maka tidak najis, jika
sudah berubah seperti kotoran maka najis, sedangkan liur hukumnya najis akan tetapi
dima`fu.
Hambaliyah : Muntah dan Luapan adalah najis tanpa terkeculi
.
[17]Hambaliyah: Dikecualikan 2 hal yang
tidak najis yang berasal dari binatang, yang pertama telur yang cangkangnya sudah kuat, kedua dan bagian tubuh yang
terpotong dari binatang yang sulit untuk
ditangkap.
Syafi`iyah : Rambut, bulu kasar dan bulu halus yang lepas dari binatang yang halal jika tidak terlepas bersamaan dengan
secuil daging /semisalnya hukumnya suci, jika terlepas bersama dengan sesuatu dari kulit /daging maka ujung yang terkena adalah najis sedang bagian yang lainnya tidak najis. Sedangkan hukum bangkai baik bulu, rambut, atau apapun darinya adalah najis.
[18] Hanafiyah: Susu
yang diambil dari binatang yang hidup /mati, binatang halal
/haram hukumya suci, kecuali susu babi, baik yang hidup/mati hukumnya najis.
[19] Hanafiyah : Keduanya hukumnya suci, begitu juga jika najis menjadi padat (mengeras) dengan syarat tidak dibakar maka hukumnya suci.
Malikiyah : Abu dari najis adalah suci, sedang asapnya hukumnya najis.
[20] Malikiyah ;
1* Sesuatu dari bayi yang
mengenai ibunya ketika menggendong bayi seperti air seni dan kotoran, akan
tetapi disunahkan untuk ganti baju ketika hendak mengerjakan sholat .
2*Sedikit
bekas air seni orang yang terkena beser, baik yang mengenai baju atau
badannya sendiri walaupun dalam sehari hanya sekali saja, sedangkan jika
mengenai tangan tidak dima`fu dikarenakan tangan mudah untuk
dibasuh setiap saat tidak seperti baju dan badan.
3*Sedikit
resapan kotoran , airseni , madhi dan wadi yang keluar dengan sendirinya ,
walaupun sehari hanya sekali, dikarenakan susah untuk menghindarinya saat
terjadi hal tersebut.
4*Sesuatu
yang memercik ketubuh /baju tukang jagal &tukang kuras kamar mandi ataupun
seorang dokter yang sedang mengobati pasien, karena sudah profesinya dan
dianggap memberatkan jika harus ganti baju setiap saat, akan tetapi disunahkan
untuk ganti baju ketika hendak mengerjakan sholat.
5*Darah
yang mengenai orang yang sholat baik pada tempat, badan, atau bajunya dari darahnya
sendiri /darah orang lain jika tidak lebih lebar dari dirham ( ukuran koin),
begitu juga nanah dan muntah.
6*Najis
yang mengenai tempat, badan atau baju yaitu berupa kotoran /air kencing kuda
atau keledai bagi orang yang berprofesi sebagai penggembala disaat mengurusnya.
7*Sedikit
kotoran yang menempel pada kaki semut, lalat dsb. yang jatuh pada makanan atau
baju seseorang, sedangkan untuk jenis semut yang besar tidak dima`fu karena
hal ini jarang terjadi.
8*Bekas
darah pada luka setelah berbekam setelah dibersihkan , jika masih ada sisa
darah yang menempel maka hal ini dima`fu.
9*Tanah
yang ada dijalan yang bercampur dengan najis yang memercik terkena kaki /celana
disaat hujan, dengan syarat
.a)
Ukuran
najis tidak melebihi tanah. b) Najis tersebut tidak barcampur
najis lain kecuali
air dan tanah saja.
c)
Tidak
ada jalan lain untuk lewat terkecuali hanya jalan itu saja.
10*Darah
yang mengalir dari bisul atau selainnya yang lebih dari satu yang mengalir
sendiri / dipencet, maka dima`fu walaupun lebih dari ukuran dirham, sedang jika
bisul hanya satu saja maka tetap dima`fu baik yang dipencet / mengalir sendiri,
jika dirasa tidak perlu lalu dipencet maka tidak ma`fu.
11*Kotoran
kutu walaupun banyak, dan jika bercampur dengan darah/ kotoran yang lain, maka
tidak dima`fu.
12*Liur
yang mengalir dari mulut orang yang tidur.
13*Bangkai
binatang yang darahnya tidak mengalir, jika hanya sedikit maka dima`fu, jika
banyak maka tidak dima`fu.
Hanafiyah ;
Najis terbagi dalam dua bagian
mukhoffafah & mugholadhoh
,
adapun mugholadhoh
sudah ada pembahasan tersendiri sedang mukhoffafah adalah seperti air
kencing dari binatang yang halal dimakan, hal ini karena
pada suatu ketika pernah terjadi bahwa suatu kaum menderita sakit perut dan
Nabi memerintahkan untuk meminum air kencing dari onta perahan dan akhirnya
sembuh, dan di bawah ini adalah beberapa
najis yang dima`fu dalam madzhab Hanafiyah.
1*Najis
yang ukurannya tidak melebihi dirham, akan tetapi dalam hal ini jika dipakai untuk
sholat maka hukumnya makruh tahrim (makruh yang mendekati haram).
2*Air
kencing kucing tikus dan juga kotorannya
ketika susah untuk menjaganya, seperti pada suatu tempat yang memang banyak
terdapat tikus /kucing, jika kotoran tikus/kencingnya jatuh ke
dalam sumur /gandum misalnya maka dima`fu.
Berbeda
jika terkena baju, jika terkena baju /wadah tidak dima`fu dikarenakan baju
/wadah mudah untuk dihindarkan dan
dicuci. Untuk air kencing kucing berbeda, jika terkena baju maka dima`fu tapi
jika terkena selainnya itu tidak dima`fu.
3*Asap
dari
benda najis dan debunya, jika berdekatan antara
jemuran dan tumpukan najis,
lalu terbawa angin debu /asapnya,
meskipun hal itu najis namun
dima`fu.
4*Percikan
air seni jika percikannya berupa titik-titik
air sebesar jarum, dengan syarat
kita tidak melihatnya, dan juga darah yang mengenai tukang jagal karena
termasuk darurat, tetapi jika baju tersebut lantas jatuh ke dalam
air maka tidak dima`fu karena tidak termasuk darurat kembali,
begitu juga dengan kotoran yang menempel pada kaki lalat.
5*Percikan
air yang terkena orang yang memandikan mayat jika terdapat kotoran, selama
masih dalam proses memandikan.
6*Tanah
/lumpur yang bercampur dengan najis
selama tidak kelihatan jelas najisnya, hal ini diperuntukkan kususnya bukan
pada benda cair, jika pada benda cair tidak akan dima`fu,
karena jika benda cair terkena
kotoran akan bercampur dan menjadi najis pula.
selanjutnya adalah
sedikit kotoran onta dan kambing yang masuk ke dalam
sumur , sedangkan kotoran keledai, sapi,
dan gajah hanya bisa dima`fu saat darurat saja baik yang masih basah atau
kering.
14*Sisa
kotoran bekas istinja` memakai batu , maka tidak wajib diulang dengan memakai air jika
kotorannya tidak belepotan /tidak terkena air.
Syafi`iyah
;
1*Segala
macam najis yang kita tidak tahu /tidak kita lihat .
2*Asap
yang berasal dari perapian
yang najis, sedang untuk uap yang tidak
berasal dari api hukumnya suci (apinya sudah padam).
3*sedikit
sisa bekas istinja` memakai batu, tetapi jika terkena air maka tidak
dima`fu, karena najis menjadi menyebar.
4*Tanah
di jalan yang bercampur dengan najis, namun jika kita ragu bercampur /tidak
maka hukumnya mutlak suci, dan
jika bercampur dengan najis akan bisa
dima`fu dengan ketentuan sebagai berikut ; a)
Najis tidak kelihatan jelas b)Orang tersebut hanya lewat dan hanya
terkena percikan saja c) Jika
sampai ia atau bajunya terjatuh maka tidak
dima`fu. d)Yang bisa dima`fu hanya jika
terkena baju /badan, namun jika terkena tempat tidak bisa dima`fu.
5*Roti
yang dipanggang di atas abu yang najis.
6*Ulat
yang terdapat pada keju dan buah maka bangkai ulat tersebut dima`fu meskipun
mati di dalamnya, sama seperti bau-bauan
yang dipakai untuk membuat adonan.
7*Sedikit cairan (najis; rum
dll) yang
dipakai untuk campuran obat/campuran wewangian.
8*Baju yang dijemur pada dinding yang telah dipanasi
dengan najis.
9*Telur
kutu /binatang kecil dan bangkainya.
10*Kotoran
lalat meskipun banyak.
11*Kotoran
burung yang biasa terdapat di tanah
dengan beberapa syarat di antaranya
;
1) Orang tersebut
tidak sengaja menginjaknya. 2)Antara najis dan
yang menginjaknya sama kering, jika basah maka tidak dima`fu terkecuali darurat. 3)Tidak susah untuk menghindarinya.
12*Debu
bekas menggali kubur.
13*Sedikit
rambut dan bulu bangkai selain dari bangkai babi dan anjing .
14*Kotoran
ikan pada kolam selama tidak sampai
merubah salah satu sifat air (selama masih wajar).
15*Sisa darah yang masih
terdapat pada daging dan otot binatang yang disembelih yang sudah dibersihkan.
16*Liur
orang yang tertidur.
17*Makanan
yang telah dikunyah ternak jika mengenai orang yang mengurusnya .
18*Sedikit
kotoran dan air kencing ternak yang terkena bebijian tatkala mengajarinya.
19*Kotoran
tikus pada bak mandi asal sedikit dan tidak
merubah salah satu sifat air di dalamnya.
20*Pemanas
yang dipakai untuk medis yang dipanasi dengan bara yang najis .
21*Kotoran yang mengenai puting
susu ternak saat diperah.
22*Madu yang terkena rumah lebah yang terbuat dari
kotoran saat mengambilnya.
23*Bekas kotoran pada mulut
bayi saat menyusu /saat dicium seseorang, hal ini dikarenakan biasanya bayi suka memakan apa saja yang ada dihadapannya.
24*Air yang terkena bangkai binatang yang
darahnya tidak mengalir.
25*Darah bekas tato.
26*Sedikit darah yang tidak kita lihat
terkecuali darah babi dan anjing .
*jika darah orang lain terkena tubuh
/baju kita, jika sedikit saja dan tidak
bercampur dengan najis lain, maka dima`fu.
*Jika
darah tersebut adalah darah kutu maka secara mutlak dima`fu dengan sarat *Tidak disengaja *Tidak
bercampur dengan najis lain , jika tidak dmikian maka tidak dima`fu.
*Sedang jika berasal dari darah kita sendiri
maka ada ketentuannya yaitu ;
-jika
barasal dari lubang tubuh kita seperti hidung , telinga, mata, jika hanya
sedikit tetap dima`fu ,
-jika
darah tersebut bukan berasal dari lubang tubuh misalnya luka, bekam, bisul dll,
maka tetap dima`fu walau sedikit agak banyak dengan sarat ;
1)Tidak
disengaja seperti
dipencet dsb , jika demikian maka hanya akan dima`fu jika hanya sedikit saja.
2)Darah
tidak meluber kemana-mana .
3)Tidak bercampur dengan benda
lainnya, seperti air dan sebagainya, jika sudah demikian maka tidak bisa dima`fu lagi.
Hambaliyah
;
Yang termasuk dima`fu dalam madzhab ini adalah
;
1*Sedikit
darah, nanah dan muntahan yang berasal dari binatang yang suci saat masih hidup
dan bukan pula kotoran yang berasal dari kubul / dubur akan tetapi hal ini bisa
dima`fu selama tidak mengenai benda cair dan makanan, jika mengenai salah
satunya maka sudah barang tentu tidak bisa dima`fu.
2*Sisa-sisa
istinjak dengan memakai batu, hal ini dikarnakan seseorang yang istinjak dengan
memakai batu hasilnya tidak akan
sebersih dengan memakai air, akan tetapi meski demikian hal ini dima`fu
dikarnakan seseorang yang istinjak dengan batu adalah bersifat darurat maka
diperbolehkan
3*Bekas
air kencing yang telah dibersihkan, hal ini terjadi biasanya setelah orang
membasuh kemaluannya, akan tetapi terkadang masih sedikit ada bau /hal lain yang
sulit untuk menjaganya.
4*Air
yang kurang dari 2 kulah yang terkena najis yang dima`fu, seperti bangkai
binatang yang darahnya tidak mengalir.
5*Najis
yang mengenai seseorang akan tetapi sukar untuk dihilangkan .
6*Sedikit
tanah dijalan yang bercampur najis yang memercik ketubuh /baju saat kita melewatinya
.
Dan dari semua itu perlu kita ketahui semua
dapat disucikan dengan air mutlak (termasuk jenisnya yaitu ; air sungai,
airhujan, air embun, air es, air laut, airsumber dll), kecuali madzhab Hanafi yang
memperbolehkan untuk memakai air perasan tanaman, air mawar, cuka dan benda
suci lainnya.
No comments:
Post a Comment