Sunday, April 20, 2014

sholat jamak & qashar



Meringkas sholat yang empat rokaat (Qashr)

Diperbolehkan meringkas shalat yang empat rokaat menjadi 2 rokaat asalkan memenuhi ketentuan sebagaimana boleh juga mengerjakan dengan sempurna tetap 4 rokaat. 
A.   Dalil Hukum Qashr Shalat
Dalam al-Qur`an dapat ditemukan dalam Q.S. An-Nisa` 101. Yang artinya :
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Adapun dalam hadis nabi yang mutawatir bahwa Nabi Muhammad SAW. meringkas shalat saat berhaji, berumrah, dan saat berperang dapat kita temukan dalam beberapa riwayat di antaranya :
Dari Ibnu Umar berkata : “ aku telah menemani nabi Saw. dan beliau tidak mengerjakan shalat yang empat kecuali menjadi 2 rokaat pada saat bepergian begitu dengan Abu Bakar, Umar, dan Utsman[1].
Ya`la bin Amiyah kepada Umar bin Khatab : “ kami tidak mengqashar shalat saat merasa aman dalam perjalanan”.[2]
Oleh sebab itulah ahli ilmu bersepakat bahwa seseorang yang bepergian dapat juga meringkas sholatnya baik bepergian wajib (seperti haji, jihad, hijrah, umrah), atau sunnah (ziarah, membesuk yang sakit, dll).

B.   Syarat Jarak Sah Meringkas  Shalat
Jarak kota Madinah dan Makkah adalah sekitar 444 km[3] yang dalam sumber lain disebutkan juga sejauh 320 km dengan jarak tempuh 8 hari[4].  Dari hal ini dapat kita lihat bahwa jarak meringkas sholat memang mempunyai kedudukan tersendiri dalam menentukan boleh atau tidaknya seseorang meringkas shalatnya.
Namun demikian dalam rangka kehati-hatiannya beberapa fuqoha menetapkan jarak tertentu sebagai syarat mengqashar shalat sebagai berikut :
1.    Jarak yang diperbolehkan meringkas shalat setidaknya ada 16 farsakh/ + 80,5 km (jarak berangkat  saja), 2 marhalah, perjalanan 2 hari, atau 3 hari 3 malam. Jika dihitung dengan waktu setidaknya sehari samalam dengan onta yang membawa beban[5].
2.    Berniat : tidak sah meringkas shalat kecuali telah berniat bepergian sebelumnya. Terkait masalah niat ini ada 2 hal yang harus diperhatikan :
a.    Hendaknya telah menentukan tujuan dengan jaraknya terlebih dahulu sebelum bepergian, jika tidak maka tidak sah meringkas shalatnya. Contoh : orang yang bepergian tidak jelas tujuannya meski telah mengelilingi dunia[6] tidak sah meringkas sholatnya. Demikian pula ketika memutuskan menghentikan perjalanannya karena hendak menetap juga tidak boleh qasr.
b.    Tujuan bepergiannya karena diri sendiri bukan mengikuti orang lain: jika anak buah mengikuti tuannya atau istri ikut kemana saja suami pergi hal ini tidak diperbolehkan meringkas shalatnya.
c.    Dilakukan oleh seorang yang baligh : anak yang belum baligh tidak ada ketentuannya dalam hal ini.
d.    Bagi seorang musafir berpautan dengan beberapa hukum yaitu jamak qashar, ifthar, dan mengusap sepatu.
3.    Tidak bepergian karena maksiat.

C.   Hukum Mengqashar Shalat dalam Perjalanan Haram atau Makruh
Diantara syarat yang harus dipenuhi untuk dapat meringkas shalat adalah perjalanan yang dilakukan bukan dalam rangka bermaksiat, menipu, merampok, mencuri dan perbuatan haram lainnya serta bukan perjalanan yang makruh.
D.   Tempat Diperbolehkannya Mulai Meringkas Shalat
Musafir tidak diperbolehkan meringkas kecuali telah memulai perjalanannya dan meninggalkan tempat tinggalnya (wilayah tinggal) dengan jarak tertentu. Ulama madzhab berbeda pendapat dalam hal ini :
a.    Syafi`iyah : seseorang boleh memulai mengerjakan shalat qashar jika telah meninggalkan tempat tinggalnya beserta bangunan-bangunan di wilayahnya seperti jembatan, pagar tapal batas dll. (untuk perjalanan darat). Sedangkan untuk perjalanan laut dapat mulai mengqashar jika kapal/perahu telah mulai bergerak maju.
b.    Hambaliyah : musafir boleh mulai mengqashar sholat jika telah meninggalkan wilayah tinggal dan lingkungannya secara urf (secara umum).
c.    Hanafiyah : dianggap boleh jika telah berpisah dari bangunan-bangunan di wilayahnya.
d.    Malikiyah : untuk musafir yang meninggalkan rumah (penduduk kampung) pada saat meninggalkan bangunan-bangunan dan kebun di wilayahnya maka dianggap telah boleh mengqashar shalat.
Adapun musafir nomaden boleh mengqashar shalat saat meninggalkan semua area perkemahannya secara fisik.

E.   Hal yang Membatalkan Qashr 
a.      Hal yang membatalkan qashar adalah adanya niat tinggal. Fuqaha memberikan penjelasan yang berbeda :
1.    Hanafiyah : tidak diperbolehkan qashr jika telah berniat tinggal selama I5 hari[7] (dianggap mukim/menetap). Selain itu juga tidak boleh qashr jika terjadi hal-hal berikut :
a)            Jika niatan tersebut sampai dikerjakan
b)            Bermukim di tempat yang layak.
c)            Tempat yang dijadikan mukim adalah satu tempat.
d)            Merupakan kehendak sendiri (tidak mengikuti orang lain).
2.    Hambaliyah : tidak boleh lagi mengqashar shalat jika
a)            Telah berniat tinggal, meski tinggal di tempat yang tidak layak.
b)            Tinggal di suatu tempat yang telah melewatkan shalat sebanyak 20 waktu (4 hari).
c)            Bagi orang yang harus tinggal di tengah perjalanan tanpa tahu berapa lama dia tinggal masih berlaku hukum qashar baginya.
3)    Malikiyah : Hukum safar dianggap putus dan tidak boleh qashar jika :
a)            Berniat tinggal selama 4 hari (selain waktu masuk dan keluar) yang dengan hal ini dianggap mukim[8].
b)            Telah berkewajiban shalat 20 waktu.
4)    Syafi`iyah : qashar tidak sah dilakukan jika :
a)            Berniat tinggal 4 hari.
b)            Jika kurang 4 hari atau tinggal tanpa niat kurang dari 4 hari baginya masih berlaku hukum safar.
5)    Ibnu Abbas : Jika sampai 19 hari dianggap mukim.
b.  Qashar juga batal jika telah kembali ke tempat diperbolehkannya awal mengqashar shalatnya.
c.  Barang siapa mengqadla shalat hadhar ketika safar maka harus dikerjakan secara sempurna, begitu juga sebaliknya.



Mengumpulkan 2 Shalat (jamak)
A.   Pengertian Jamak
Menjamak berarti mengumpulkan 2 pekerjaan shalat pada waktu salah satunya baik di awal (jamak takdim) ataupun akhir (jamak takhir). Dalam hal ini jenis shalatnya telah ditentukan yaitu antara Dhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya`.
B.   Hukum dan Sebab
Hukum melaksanakannya adalah jawaz (boleh), sedangkan sebab dan syarat diperbolehkannya menjamak shalat adalah berikut :
1.    Malikiyah : sebab menjamak shalat adalah musafir, sakit, hujan, berhaji.
i)             Musafir : semua perjalan (tanpa menghitung jarak qashr) termasuk dalam kategori ini kecuali yang diharamkan. Boleh menjamak jika matahari telah bergeser saat sampai tempat peristirahatan (dhuhur ~ashar).
Jika baru berniat pergi setelah matahari terlihat kekuning-kuningan (menjelang maghrib) maka hendaknya shalat dhuhur dahulu kemudian menunggu hingga hilang warna kuning lantas shalat ashar (tidak dijamak), boleh menjamak namun makruh (berbeda jika berniat pada saat waktu masih tersisa  panjang).
Dalam menjamak diutamakan untuk perjalanan darat karena dianggap paling berat halangannya bukan pada perjalanan lainnya.
ii)            Marod/Sakit : seorang yang sakit dan bersusah payah setiap kali bersuci atau penyakit yang datangnya tiba-tiba diperbolehkan menjamak shalatnya.
iii)     & iv)
Hujan & lumpur : hujan dan lumpur dalam keadaan gelap saat hujan deras memperbolehkan seseorang menjamak shalatnya namun terbatas di masjid bukan di rumah (khusus untuk berjamaah di masjid).

iv)           Berhaji : hal terakhir yang memperbolehkan menjamak shalat adalah saat melakukan ibadah haji yang biasanya saat menuju Arofah dan Muzdalifah.
2.    Syafi`iyah : diperbolehkan menjamak shalat dengan takdim atau takhir bagi musafir dengan jarak yang telah diperbolehkan untuk meringkas shalat dengan syarat di awal.
Selain itu boleh meringkas dalam keadaan hujan. Untuk jamak takdim ada beberapa syarat yang harus dipenuhi :
i)             Berurutan dengan mengerjakan shalat yang awal lebih dahulu.
ii)            Niat menjamak di waktu awal dan niat menjamak yang kedua dalam hati setelah selesai dari yang pertama.
iii)           Beriringan
iv)           Masih dalam perjalanan hingga saat mengerjakan shalat yang kedua.
v)            Masih tersisa waktu shalat pertama sampai mengerjakan yang kedua.
Adapun syarat jamak takhir adalah berikut :
i)             Niat jamak takhir
ii)            Masih ada waktu sampai mengerjakan keduanya.
Dalam keadaan hujan seorang yang mukim juga boleh menjamak takdim shalatnya, syarat diperbolehkan saat hujan adalah berikut  :
i)             Mulai terjadi hujan saat takbiratul ihram pada keduanya dan saat salam yang pertama.
ii)            Tertib dilakukan
iii)           Beriringan
iv)           Berniat menjamak
v)            Mengerjakan yang kedua tetap dalam jamaah meskipun hanya saat takbiratul ihram saja.
vi)           Jika mengerjakan seperti biasa memberatkan.    

3.    Hanafiyah : tidak boleh menjamak 2 shalat dalam satu waktu saat pergi ataupun mukim kecuali memenuhi syarat di bawah ini :
i)          Boleh menjamak takdim
hanya pada saat hari Arofah.
iii)           Boleh menjamak saat sedang berihram saat haji.
iv)           Untuk menjamak shalat maghrib dengan isya` hanya dilakukan jika sedang berada di Muzdalifah atau sedang ihram haji.
4.    Hambaliyah : menjamak 2 shalat dalam satu waktu adalah mubah namun yang paling utama adalah tidak melakukannya (meninggalkannya).

C.   Perbedaan Jamak & Qashar

*      Qashar dianjurkan dikerjakan sedangkan jamak tidak.
*      Qashar dikerjakan karena bepergian sedangkan jamak tidak.[9]



Maraji`
Muhammad bin Abdur Rahman. (tanpa tahun). Rohmatul Ummah. Surabaya: Al-Hidayah.
Abdur Rahman al-Juzairi. 2006. Al-Fiqhu `Ala Madzhahibul al-Arba`ah. Lebanon : Dar- El-Fikr.
Muhammad Husaini al-Hisni. (tanpa tahun). Kifayatul Akhyar. Surabaya : Dar- El-Ilmi.
Wahbah Az-Zuhaili. (2008). Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu. Damsyik : Dar-el-Fikr.


[1] H.R. Bukhari
[2] H.R. Muslim.
[3] Okezone.com//edisi 3 Nov.20II.
[4] Wikipedia.com. dengan perjalanan masa lampau.
[5] Hanafiyah : Waktu bepergiannya adalah 3 hari 3 malam meski tidak berjalan penuh selama sehari.
[6] Kesepakatan 4 madzhab.
[7] Ditakbir dari masa suci perempuan yang mengalami masa suci & haid masing-masing 15 hari.
[8] Seorang muhajir dianggap telah mukim jika telah tinggal selama lebih dari 3 hari. H.R. Bukhari & Muslim.
[9] Ibnu Mas`ud berkata : Demi  Dzat yang tiada Tuhan kecuali Dia, bahwa Rosul SAW. tidak pernah sholat kecuali pada waktunya, kecuali menjamak Dhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya` pada saat di Arofah dan Muzdalifah. H. R. Bukhari Muslim.

No comments:

Post a Comment