Saturday, August 13, 2016

Berkurban (الضحية)

اَلْأُضْحِيَّةُ                                     
(Sembelihan  Qurban)
A. Pengertian
Secara Harfiyyah :
Sebutan bagi binatang yang akan disembelih pada hari Idul Adha.
Secara Istilah Fiqih :
Menyembelih binatang tertentu dengan  niat berkurban (mendekatkan diri kepada Allah Swt.) pada waktu tertentu [1](hari Nahr).


Berqurban diwajibkan dalam Islam pada tahun kedua hijriyyah bersamaan dengan zakat dan sholat idain yang kemudian keabsahannya diakui di dalam kitab dan ijma`.[2]di dalam al-Qur`an tersebutkan pada surat al-Kautsar ayat ke-4. Sedang dalam Hadis Nabi Saw. diriwayatkan oleh `Aisyah r.a.
حديث عائشة: «ما عمل ابن آدم يوم النحر عملاً أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم، إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وأشعارها، وإن الدم ليقع من الله عز وجل بمكان قبل أن يقع على الأرض، فطيبوا بها نفساً»
Dari `Aisyah r.a :
Tiada amalan yang dilakukan oleh bani adam yang lebih disukai Allah pada hari Nahr melainkan menyembelih hewan qurban. Sesungguhnya pada hari kiamat mereka (binantang tersebut) akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya,kuku-kukunya, dan bulu-bulunya, serta rambut-rambutnya, sesungguhnya darah tersebut sungguh sampai kepada Allah Azza Wajalla pada tempat sebelum menyentuh bumi, maka berbuat baiklah engkau sepenuh jiwa.
ومنها حديث أنس قال: «ضحى رسول الله صلّى الله عليه وسلم بكبشين أملحين، أقرنين، فرأيته واضعاً قدميه على صِفَاحها، يُسمِّي ويكبِّر، فذبحهما بيده»
Dari Anas r.a berkata :
Rosulullah Saw. menyembelih 2 ekor kibas berwarna putih lagi bertanduk, aku melihatnya meletakkan kedua telapak kakinya pada sifah (area dekat leher), beliau membaca basmalah lalu bertakbir dan beliau menyembelih keduanya dengan tangannya.

B. Hukum dasar berqurban :

Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya berpendapat wajib sekali dalam setahun bagi seorang yang mukim dalam perkotaan. Sementara al-Thohawi dan lainnya sependapat dengan Abu Hanifah, namun 2 orang sahabatnya yaitu Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat Sunnah muakkadah.[3]

C. Perubahan hukum berqurban :

Dalam persepektif Madzhab Hanafiyyah hukum berkurban ada 2 macam yakni wajib dan tathawwu`/ sunnah.
Adapun dianggapnya wajib apabila :

1. Nadzar : yakni seseorang yang bernadzar melaksanakannya baik dari seorang yang berkecukupan maupun seorang fakir.

2. Secara umum terlihat seperti nadzar : Seandainya seorang fakir atau miskin membeli seekor kambing yang secara umum adalah kambing kurban dan dalam hatinya telah berniat berkurban maka hal ini menjadikannnya seperti bernadzar dan harus dilaksanakan.

3. Mathlub : Artinya golongan ketiga sangat dianjurkan berkurban atau dituntut berkurban. Hukum ini berlaku bagi orang yang dianggap mampu meskipun tanpa bernadzar atau membeli binatang kurban (seperti nomor 2). Hal ini sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt. serta menghidupkan Nabi Ibrahim a.s.

4. Tathawwu` / Sunnah :
HUkum ini berlaku bagi seorang musafir atau orang fakir yang tidak bernadzar dan tidak ada pembelian binatang dengan karakter hewan kurban.[4]

Catatan :

Imam al-Dardiri dan al-Dasuki (Ulama Madzhab Maliki) mengatakan :
Berkurban menjadi wajib jika telah menyembelih (maksudnya ada niat, kemampuan, dan binatang yang akan dikurbankan) tidak menjadi wajib karena nadzar saja.

Sementara Imam Syafi`I dalam qaul yang sahih dan imam Hambali berpendapat :
JIka seseorang berniat membeli binatang kurban namun tidak melafalkannya maka tidak dianggap telah bernadzar.

Jika syarat telah terpenuhi hukumnya harus segera melaksanakannya tanpa menundanya pada tahun depan.

Sendainya binatang kurban tersebut ada yang melahirkan anak maka anaknya boleh disembelih bersamaan dengan induknya (jika terlahir hidup). Namun jika janin mati di dalamnya  dan diketahui saat dipotong induknya maka hukumnya halal seperti induknya.
Jika anaknya hidup lalu dijual maka hasilnya disedekahkan.

D. Syarat penyembelihan :

1. Binatang yang dikurbankan selamat dari cacat atau aib seperti : buta yang terlihat jelas, kurus sangat, kudisan sangat dll.

2. Disembelih pada waktunya :

Menurut Hanafiyyah hari Nahr terhitung dari malam tanggal ke11 dan12 beserta siang harinya. Meskipun demikian sebaiknya dilakukan pada siang harinya (jika dipaksakan hukumnya makruh tanzih).

Golongan Malikiyyah mensyaratkan penyembelihan dilakukan siang hari, jika dilakukan malam hari hukumnya tidak sah. Selain itu disyaratkan bahwa orang yang menyembelih harus muslim.

Malikiyyah tidak memperbolehkan berkurban dengan cara bersama-sama /patungan. Contoh seekor sapi yang dibeli dengan uang dari 7 orang secara kolektif. Mereka mendapatkan pahala berkurban sebelum dilaksanakan pemotongan tidak setelahnya.

Namun kurban bersama hanya boleh dilakukan jika antara peserta ada kerabat dekat (ayah, anak, om dst). Atau orang yang nafkahnya masih menjadi tanggungan wajib (bapak, anak yang tidak mampu) maupun nafkah tidak wajib (saudara,dan anak dari paman ).sedangkan syarat terakhir mereka yang kurban patungan tinggal pada satu tempat atau rumah.

Namun pendapat dari madzhab lain adalah diperbolehkan berkurban dengan cara patungan.

E. Waktu penyembelihan hewan kurban

Madzhab Hanafiyah  

Waktu penyembelihan hewan kurban dapat dimulai dari terbitnya fajar Idul Adha hingga sebelum terbenamnya matahari pada hari ke 3. Namun kaum muslimin tidak boleh langsung menyembelihnya kecuali telah melaksanakan sholat idul Adha meskipun belum sampai khutbah. Atau setidaknya berlalu waktu hingga kira-kira khutbah berlalu bagi seseorang yang udzur tidak melaksanakan sholat idul adha.
Catatan :
Jika binatang kurban hilang atau dicuri orang lalu ditemukan kembali maka yang paling afdhol adalah menyembelih keduanya, namun boleh menyembelih yang pertama saja.

Jika terjadi kesalahan dalam perhitungan penanggalan orang telah melaksanakan sholat idul Adha dan menyembelih kurban dan ternyata masih tanggal 9 (hari) arafah maka hukumnya tetap sah.

Jika ada binatang kurban yang tersisa setelah berkahirnya waktu maka hendaknya disedekahkan dalam keadaan hidup jika termasuk nadzar dan wajib. Sedang untuk orang mampu yang tidak berkurban hendaknya bersedekah seharga hewan kurban.

Kesimpulannya waktu memotong binatang kurban adalah 3 hari yaitu tanggal 10, 11, dan 12 Zulhijjah[5] (Madzhab Hanafi).

Madzhab Hanafiyah
Waktu menyembelih bagi imam dimulai dari setelah sholat dan khutbah, untuk selain imam dimulai setelah imam menyembelih atau kadar waktu imam telah menyembelih kurban.[6]
Waktu terakhir menyembelih kurban adalah terbenamnya matahari ke-3 (sebagaimaan Hanafiyyah).

Madzhab Syafi`iyyah :
Waktu menyembelih dimulai saat imam selesai sholat dan khutbah di hari idul adha hingga akhir hari tasyrik pada tanggal 13 Zulhijjah. Penyembelihan boleh dilakukan hingga malam hari.[7]

Madzhab Hambaliyyah :
Waktunya dimulai dari siang idul Adha setelah sholat dan Khutbah, sedangkan batas akhirnya yaitu hingga tanggal 12 Zulhijjah.

Catatan :
Kesemuanya madzhab mengakui adanya hari tasyrik hanya berbeda pada penentuan tanggalnya sebagian ada yang tanggal 11 dan 12, namun dalam madzhab Syafi`I adalah tanggal 11, 12, dan  13 Zulhijjah.



F. Kadar atau hitungan binatang Kurban :

1. Kesepakatan Fuqoha[8] :

Para Fukoha (ahli fiqih) bersepakat bahwa seekor kambing atau domba hanya untuk satu orang tidak lebih.sedangkan onta dan sapi untuk tujuh orang.

لحديث جابر: «نحرنا مع رسول الله صلّى الله عليه وسلم بالحديبية: البدنة عن سبعة والبقرة عن سبعة» (2)
Dari Jabir r.a :
Kami menyembelih kurban bersama RAsulullah Saw. di Hudaibaiyyah. Seekor onta badanah dan sapi untuk 7 orang.[9]
  وفي لفظ مسلم: «خرجنا مع رسول الله صلّى الله عليه وسلم مهلين بالحج، فأمرنا رسول الله صلّى الله عليه وسلم أن نشترك في الإبل، والبقر، كل سبعة منا في بدنة»
Adapun sebuah lafal dari Imam Muslim :
Kami keluar bersama Rasulullah Saw. dalam keadaan tenang tidak tergesa-gesa saat berhaji, Rasulullah memerintahkan kepada kami untuk bersekutu (berpatungan) untuk onta dan sapi, setiap 7 orang di antara kami berkurban seekor badanah (ternak yang badannya gemuk; maksudnya kurban onta atau sapi yang gemuk)[10]  

2. Madzhab Hambaliyyah :  
Ulama Hambaliyyah memperbolehkan bagi seorang kepala keluarga berkurban dengan seekor kambing atau domba mewakili semua anggota di rumahnya. Atau seekor sapi juga onta untuk semua anggota rumah.
 عن عائشة أن النبي صلّى الله عليه وسلم ضحى بكبش عن محمد وآل محمد، وضحى بكبشين أملحين أقرنين، أحدهما عن محمد وأمته (2).
Diriwayatkan dari `Aisyah r.a :
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. menyembelih seekor kibas atas namanya (dirinya sendiri) Muhammad Saw. dan untuk keluarganya. Beliau menyembelih 2 ekor kibas berwarna putih dan bertanduk lurus salah satunya untuk diri dan keluarganya dan seekor lagi untuk dirinya dan ummatnya. H. R. Abu Dawud.
وروى ابن ماجه والترمذي وصححه عن أبي أيوب: «كان الرجل في عهد النبي صلّى الله عليه وسلم يضحي بالشاة عنه، وعن أهل بيته، فيأكلون، ويطعمون...»
Sebuah riwayat dari Ibnu Majah, Tirmidzi dan disahihkan Abi Ayyub :
Ada seorang lelaki pada jaman Nabi Saw. menyembelih kurban seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, dia lali memakannya dan memberikannya kepada mereka.

Madzhab Malikiyyah :
Dalam madzhab Malikiyyah juga sependapat dengan Hambali.

G. Hal yang Sunnah dilakukan sebelum binatang disembelih :

Hanafiyyah :

Secara singkat hal yang sebaiknya dilakukan adalah mengikat binatang kurban untuk menunjukkan himmah dan antusias akan keagungan hari nahr. Selain itu hendaknya dimuliakan diberi makan cukup dan diperlakukan dengan baik.

Malikiyyah, Syafi`iyyah dan Jamaah dari Hambaliyah :
Bagi orang yang hendak berkurban ketika telah memasuki 10 hari Zulhijjah hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya hingga telah disembelih hewan kurbannya.[11]


Demikian dari al-Faqir semoga menambah khazanah pengetahuan kita. Amin

Referensi Utama :

Al-Fiqhul Islami wa adillatuhu. DR. Wahbah al-Zuhaili.
الكتاب : الفِقْهُ الإسلاميُّ وأدلَّتُهُ
الشَّامل للأدلّة الشَّرعيَّة والآراء المذهبيَّة وأهمّ النَّظريَّات الفقهيَّة وتحقيق الأحاديث النَّبويَّة وتخريجها
المؤلف : أ.د. وَهْبَة الزُّحَيْلِيّ
أستاذ ورئيس قسم الفقه الإسلاميّ وأصوله
بجامعة دمشق - كلّيَّة الشَّريعة
الناشر : دار الفكر - سوريَّة - دمشق
الطبعة : الطَّبعة الرَّابعة المنقَّحة المعدَّلة بالنِّسبة لما سبقها، وهي الطَّبعة الثَّانية عشرة لما تقدَّمها من طبعات مصوَّرة؛ لأنَّ الدَّار النَّاشرة دار الفكر بدمشق لاتعتبر التَّصوير وحده مسوّغاً لتعدّد الطّبعات مالم يكن هناك إضافات ملموسة.
عدد الأجزاء : 10
ـ الكتاب مقابل على المطبوع ومرقَّم آليّاً ترقيماً غير موافق للمطبوع.
ـ مذيَّل بالحواشي دون نقصان.
نال شرف فهرسته وإعداده للشَّاملة: أبو أكرم الحلبيّ من أعضاء ملتقى أهل الحديث
لا تنسونا من دعوة في ظهر الغيب ...







                                                    



[1] (1) الدر المختار: 219/5، تبيين الحقائق: 2/6، تكملة الفتح: 66/8
[2]  شرح الرسالة: 366/1، مغني المحتاج: 282/4، حاشية الباجوري على ابن قاسم: 304/2، كشاف القناع: 615/2.

[3] (1) تكملة فتح القدير: 67/8، اللباب شرح الكتاب: 232/3، تبيين الحقائق: 2/6، البدائع: 62/5.

[4] (3) القوانين الفقهية: ص 189.


[5] ما روي عن عمر وعلي وابن عباس أنهم قالوا: «أيام النحر ثلاثة، أفضلها أولها» (1) . وكان ابن عمر يقول: «الأضحى يومان بعد يوم الأضحى»
[6] أن النبي صلّى الله عليه وسلم في حديث جابر (4) أمر من كان نحر قبله أن يعيد بنحر آخر، ولا ينحروا حتى ينحر النبي، مما يدل على أنه لا ذبح قبل ذبح الإمام.

[7] ورواه أحمد والدارقطني: «كل أيام التشريق ذبح» وهو دليل على أن أيام التشريق كلها أيام ذبح وهي يوم النحر، وثلاثة أيام بعده (نيل الأوطار: 125/5) وقال الأئمة الثلاثة غير الشافعية: يومان بعده.

[8] (1) البدائع:70/5، تبيين الحقائق: 3/6، تكملة الفتح: 76/8، الدر المختار: 222/5، القوانين الفقهية: ص 186، بداية المجتهد: 420/1، الشرح الكبير: 119/2، مغني المحتاج: 285/4، 292، المهذب: 238/1، المغني: 619/8 وما بعدها، كشاف القناع: 617/2.

[9] أخرجه الجماعة (نصب الراية: 209/4).
[10] Disebut badanah karena badannya besar dan gemuk.
[11] رواه الجماعة إلا البخاري، ولفظ أبي داود ، وهو لمسلم والنسائي أيضاً: «من كان له ذِبْح يذبحه، فإذا أهل هلال ذي الحجة، فلا يأخذن من شعره وأظفاره حتى يضحي» (نيل الأوطار: 112/5). والحكمة في النهي: أن يبقى كامل الأجزاء للعتق من النار، وقيل: للتشبه بالمحرم في الحج. والوجه الثاني غلط عند بعض الشافعية، لأن المضحي لا يعتزل النساء، ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم.

No comments:

Post a Comment